Jumat, 04 November 2016

Kebesaran dari Sebuah Kata Maaf

Ada sesuatu yang sangat menarik dari kata saling memaafkan. Seorang suami sembuh dari penyakitnya ketika memaafkan istrinya yang diketahui berbuat selingkuh di belakangnya. Seorang Muslim terbebas dari hukum Qishas dengan sebuah pemaafan dari ahli waris seorang yang telah dia bunuh. Begitu pula sebenarnya sebuah kata Istigfar yang merupakan permohonan maaf kita kepada Tuhan dalam berharap Pemaafan/ampunan dari-Nya.

khatib jumat menyitir beberapa ayat tentang maaf-memaafkan, yang sepertinya kata maaf begitu sederhana dan seringkali kita ucap. Akan tetapi bagiamana dengan Memaafkan yang mungkin saja banyak dari kita cukup berat untuk melakukannya. Salah satu ayat yang dibacakan di awal oleh sang penceramah menyatakan "Wa an ta'fu aqrabu littaqwa",  dan memaafkan itu lebih mendekatkan kepada ketaqwaan, ini dimaksudkan bahwa salah satu ciri orang bertaqwa yaitu bisa memaafkan bukan hanya gemar meminta maaf. Sebab perkara memaafkan itu urusan hati yang jika sudah merasuk dan terkuasai dendam, perkataan memaafkan yang dengan mudahnya kita ucapkan bisa menjadi sesuatu yang sulit untuk diaplikasikan.

Ayat lainnya yang dibacakan khatib berkenaan dengan seorang suami yang sembuh ketika dia memberi maaf kepada istrinya, menyatakan :
$pkš‰r'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þq©ZtB#u™ žcÎ) ô`ÏB öN™3Å_ºurø—r& öNà2ω»s9÷rr&ur #xr߉t© öNà6©9 öNèdr®‘x‹÷n$$sù 4 bÎ)ur (#qàÿ÷ès? (#qßsxÿóÁs?ur (#r©Ïÿøós?ur  cÎ*sù ©!$# Ö‘qàÿxî íO‹Ïm§‘ 
“Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “. (At Taghabun : 14)

Sang suami yang mengetahui sang istri selingkuh akhirnya melampiaskan juga kemarahannya kepada anak-anak mereka, sebab sering marah-marah itulah tensi darahnya naik dan berujung sakit, hingga beberapa hari terbaring di rumah sakit. Lalu salah seorang kawan dekatnya yang mengetahui penyebab sakitnya tersebut menyarankan agar dia memaafkan sang istri, dan tak lupa meminta maaf juga kepada anak-anaknya. Sambil menangis dia pun dengan ikhlas memaafkan sang istri yang telah berulang kali meminta maaf padanya. Selang beberapa hari, ketenangan bathin pun kembali dia dapatkan, tensi darahnya turun dan akhirnya sembuh dengan saling memaafkan tersebut.

Selanjutnya ayat lainnya lagi tentang pemaafan Qishas, hukuman mati bagi saudara sesama muslim disitir dari ayat (Al Baqarah : 178)

ô`yJsù u’Å"©© ¼©&s! ô`ÏB ÏmŠÅzr& Ö™ó©x« 7í$t6Ïo?$$sù Å$r©÷èyJø9$$Î/ í™!#yŠr&ur Ïmø‹s9Î) 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 y7Ï9ºsŒ ×#‹ÏÿøƒrB `ÏiB öN™3În/§‘ ×pyJômu‘ur .
Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.

Seorang musafir yang kelelahan dan tertidur, sementara kudanya yang lupa dia tambatkan,  berkeliaran dan memasuki sebuah sawah di sekitar sana. Petani yang melihat kuda tersebut merusak tanamannya pun marah dan melempar kuda tersebut dengan batu, kuda itu pun mati. Sang musafir yang melihat kudanya mati, dikuasai amarah pula lalu mengejar sang petani dan dilempar dengan batu tadi hingga meninggal. Tersadarlah sang musafir dengan kesalahannya, lalu berniat untuk meminta maaf dan siap untuk dihukum Qishas. Dia pun membawa mayat si petani ke sebuah perkampungan di sana, dan dia akan diadili.

Si petani rupanya meninggalkan ahli waris dua anak yang masih kecil, mereka meminta putusan dari hakim untuk menyatakan Hukum Qishas bagi si musafir tersebut. Dia pun menerima, namun meminta tangguhan 3 hari untuk kembali ke kampungnya guna menyampaikan amanah-amanah atas barang, dan ada harta anak yatim yang dia simpankan, hanya dia yang tahu. Permintaannya pun dikabulkan dengan syarat ada yang menjamin dirinya dan bersedia menjadi pengganti atas Qishas yang akan dia terima. Lalu sahabat Salman Al Farisi dengan tegas menyanggupkan diri sebagai jaminan dan siap akan menggantikan Qishas bagi musafir tersebut jika dia tidak kembali dalam 3 hari.

Di hari ketiga si musafir tak juga kunjung datang, dan Salman sudah bersiap untuk menerima qishas atas apa yang telah dia sepakati. Semua warga sangat tegang sebab Salman menerima qishas atas perbuatan orang lain. Sebelum eksekusi dilakukan, dari jauh terlihatlah sang musafir tergupuh-gupuh dengan keringat bercucuran menuju tempat tersebut dan bersiap menggantikan Salman.

Melihat kejadian itu dan ketulusan sang Musafir dalam meminta maaf atas amarah dan kebodohan yang dia lakukan, akhirnya ahli waris dari Petani itu pun memaafkan sang musafir dan meminta untuk dibebaskan. Sebab hukum qishas pun tak mungkin membangkitkan kembali ayahnya yang sudah meninggal.  "Wal 'afiina ani nnas, wallahu yuhibbul muhsinin (Al Imran : 134)", Dan memaafkan kepada sesama itulah yang sangat dicintai oleh Tuhan. Sebagaimana kita meminta maaf kepada-Nya, dan Tuhan pun sangat mudahnya memaafkan kita atas kesalahan dan dosa yang telah banyak kita lakukan.

Untuk itu tak perlu menunggu lebaran untuk saling berjabat tangan, tak perlu menunggu perpisahan untuk meminta maaf dan saling memaafkan, sebab sejatinya kita tidak akan berpisah dan bumi Tuhan itu luas untuk kita bertemu kembali. Semoga kita menjadi pribadi-pribadi yang gemar meminta maaf, dan gemar untuk saling memaafkan. Mohon Maaf untuk semua.

(Baim Lc)

2 komentar:

Jalan Sunyi Si Pendidik

sumber :digaleri.com Baim Lc*  Dia tertegun, matanya tertuju pada amplop yang dibagikan oleh pihak komite tadi pagi. Nominal ya...