Jumat, 10 Juli 2015

Penelitian Sastra : ANALISIS MAKNA KONOTASI DALAM LAGU BUTIRAN DEBU KARYA RUMOR



ANALISIS MAKNA KONOTASI DALAM LAGU BUTIRAN DEBU KARYA RUMOR
*Abdul Rahim (Alumni FKIP UNRAM-PBSID)

1. Pendahuluan
1.1    Latar Belakang
Bahasa merupakan sebuah media penting penyampai informasi yang digunakan manusia. Hal itulah yang menjadikan bahasa sebagai bagian hidup di dalam bermasyarakat. Penggunaan bahasa sifatnya arbitrer, maksudnya bebas dalam menggunakannya yang terpenting orang lain dapat menangkap informasi yang disampaikan (adanya kesepakatan). Maka dari itu dibutuhkan suatu penggayaan di dalamnya agar tercipta suatu estetika di dalam bahasa itu sendiri. Kemudahan pemahaman akan tercapai jika dalam pemahaman bahasa yang digunakan untuk menyampaikan informasi tersebut telah mengalami keragaman didalamnya.
Suatu bahasa akan lebih indah dan menarik jika bahasa tersebut telah mengalami proses penggayaan di dalamnya. Penggayaan bahasa yang dimaksud ialah dimana bahasa tersebut telah tercampur dengan unsur stilistika atau gaya bahasa di dalamnya. Gaya bahasa ialah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa supaya bahasa terlihat imajinatif. Maksudnya ialah Gaya Bahasa merupakan salah satu cara pengarang dalam mengeksploitasi bahasa sehingga bahasa yang digunakan sebagai bahan pembangun karyanya tersebut menjadi menarik dan terlihat estetika kebahasaannya. Gaya bahasa juga merupakan cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya melalui media bahasa sehingga mewujudkan bahasa yang indah dan harmonis. Maksudnya dengan penggunaan gaya dalam bahasa yang digunakan akan memperindah bahasa tersebut.
Begitu juga dengan karya sastra yang menggunakan bahasa sebagai medianya, dalam karya sastra tersebut juga dibutuhkan penggunaan gaya bahasa untuk memperindah bentuk dari karya tersebut. Salah satu bentuk karya sastra yang paling dominan menggunakan gaya bahasa yaitu puisi, di dalam puisi bentuk bahasa yang digunakan lebih padat dan lebih menekankan pada bentuk-bentuk semiotik serta konotasi yang ada di dalamnya.
 Begitu juga halnya dengan Lirik lagu dapat dimasukkan kedalam genre puisi dalam karya sastra. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan kemiripan unsur-unsur antara puisi dengan lirik lagu. Pada puisi terdapat kadar kepadatan dan konsentrasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan prosa (Pradopo, 1995:11). Dan pada lirik lagu juga memiliki hal yang sama yakni kadar kepadatan dan konsentrasi yang tinggi. Menurut Pradopo (1995:7) puisi itu menggekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Dari pendapat Pradopo tersebut lirik lagu juga memiliki hal yang sama dengan puisi. Dengan persamaan antara unsur-unsur puisi dan lirik lagu maka dalam perkembangan karya sastra terdapat pementasan dengan menampilkan pembacaan puisi yang disebut musikalisasi puisi. Dengan demikian lirik lagu dapat dikaji menggunakan teori dan metode yang sama dengan puisi.
Lirik lagu merupakan susunan dari bahasa dengan kandungan gagasan yang dikombinasikan dengan estetika dan irama dalam pelantunannya Gagasan yang akan disampaikan dalam lirik lagu memiliki keistiwewaan tersendiri. Hal tersebut dikarenakan lirik lagu memiliki beragam fungsi di dalamnya, antara lain, fungsi pengungkapan emosi, fungsi pengungkapan rasa estetik, fungsi hiburan, fungsi reaksi jasmani, fungsi penyelenggara norma-norma sosial, fungsi pengesahan lembaga sosial dan, fungsi pengitegrasian sosial (Eriam, dalam Susanto 2008:2). keistimewaan tersebut bisa dijelaskan bahwa penyampaian gagasan dalam lirik lagu akan lebih berpengaruh karena didukung oleh fungsi-fungsi di dalamnya.
Lirik lagu senantiasa terkait dengan gagasan yang ingin disampaikan oleh penuturnya untuk mempengaruhi objek. Hal tersebut dikarenakan dalam melakukan komunikasi manusia memiliki tujuan yang diinginkannya. Begitu pula halnya dengan lirik lagu Butiran Debu merupakan media yang digunakan pengarangnya untuk mencurahkan isi hatinya tentang kekecewaannya karena cintanya yang dikhianati serta ungkapan cinta yang tulus yang pengarang nyatakan lewat lirik-lirik lagu tersebut.
Ide yang ingin disampaikan melalui Lirik Lagu dapat diwujudkan dalam bentuk tanda, baik itu berupa Icon, Indeks, Simbol dan bentuk tanda yang lain. Dengan tanda-tanda tersebut kita dapat memahami makna lirik lagu yang di dalamnya telah ditanam ide tertentu oleh pencipta lagu tersebut. Pengeksplorasian tanda yang terdapat dalam lirik lagu dapat dilakukan dengan menggunakan pisau analisis semiotik sebagai ilmu tentang interpretasi tanda (Paul Cobley dan Litza Janz, 2004:97).
Adapun penulis merasa tertarik untuk menganalisis lirik lagu Butiran Debu karya Rumor tersebut, karena di dalam lagu tersebut penuh dengan pesan positif bagaimana seharusnya seseorang yang telah menjalin cinta harus menjalani hubungannya dengan semestinya tanpa ada penghianatan, kekecewaan maupun sakit hati karena cinta. Penulis memilih aspek konotasi dalam kajian penelitian ini karena bentuk- bentuk diksi yang digunakan dalam lirik lagu tersebut terdapat berbagai bentuk konotasi yang membuat lirik lagu tersebut terasa lebih menyentuh dan mendalam di hati pendengar lagu tersebut, terlebih orang yang sedang patah hati karena cintanya yang dikhianati.  .
Selain itu alasan penulis menganalisis lirik lagu Butiran Debu karya Rumor tersebut sebagai kajian penelitian ini, karena dari berbagai penelitian yang telah diangkat belum ada yang mengangkat kajian tentang konotasi dalam lagu yang dikaji berdasarkan teori semiotika. Dengan demikian penelitian tentang konotasi dalam lirik lagu merupakan kajian yang baru untuk dikembangkan dalam penelitian Skripsi di Universitas Muhammadiyah Mataram khususnya Mahasiswa pada program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah.
1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini yaitu:
1.2.1 Bagaimanakah bentuk-bentuk konotasi berdasarkan teori semiotik Roland Barthes yang terdapat dalam lirik lagu Butiran Debu karya Rumor tersebut?
1.2.2 Bagaimanakah makna konotasi yang terdapat dalam lirik lagu Butiran Debu karya Rumor tersebut?


1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1 Mendeskripsikan bentuk-bentuk konotasi yang dikaji berdasarkan teori semiotik Roland    Barthes yang terdapat dalam lirik lagu Butiran Debu.
1.3.2 Mendeskripsikan makna konotasi yang terdapat dalam lirik lagu Butiran Debu.
1.4    Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
     Secara teoritis penelitian ini memberikan manfaat terhadap pengaplikasihan teori semiotik. Aplikasi teori semiotik dalam penelitian ini akan memperkaya contoh-contoh penerapannya. Penerapan teori semiotik Roland Barthes terutama untuk hubungan objek dengan tanda akan semakin nampak sebagai aplikasi teori tersebut dalam menganalisis lirik lagu Butiran Debu.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, harapan dari penelitian ini adalah mampu memberikan referensi bagi pembelajar semiotik dalam memahami lirik lagu untuk mengetahui makna yang terkandung di dalamnya secara semiotik. Bagi mahasiswa dapat memetik manfaat dalam kasanah teori semiotik Roland Barthes dan mengetahui cara penerapannya dalam karya sastra dan bisa digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya dalam sudut pandang yang lain.

                                        
2. Landasan Teori
2.1 Kajian Pustaka
            Penelitian relevan tentang kajian semiotik pada lirik lagu berdasarkan pencaran referensi yang dilakukan penulis sudah banyak dilakukan, diantaranya Penelitian Mansurudin (2010) tentang  “Perlawanan dalam Lirik Pengamen jalanan: Kajian Semiotik”,. Adapun teori yang digunakan pada penelitian tersebut yaitu teori semiotik Roland Barthes. Penelitian yang dilakukan Mansurudin memfokuskan penelitannya pada sarat sistem tanda yaitu, Makna dalam lirik lagu Pengamen Jalanan, Bentuk-bentuk perlawanan dalam lirik Pengamen Jalanan, Sasaran yang dikritik berdasarkan teks lirik Pengamen Jalanan, Klasifikasi Pengamen dan tema lirik Pengamen Jalanan.
Selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan Monica Ariyani dan Hamid Arifin (2012) tentang “Lagu Indie dan Penegakan HAM di Indonesia (Analisis Semiotik terhadap Lagu Berjudul ‘Hilang’ Karya Band Indie Efek Rumah Kaca), pada penelitian tersebut Ariyani dan Arifin menganalisis makna konotasi serta kaitan antara makna konotasi lagu dengan mitos  yang ada dalam masyarakat yang terdapat dalam lirik lagu “hilang” Karya Band Efek Rumah Kaca berdasarkan semiotika Roland Barthes.
Selain itu penelitian yang senada yang dijadikan referensi pada penelitian ini yaitu penelitian yang dilakuakan oleh Nutrayasa Goktuana Gultom (2013) tentang “Representasi  Kehidupan Politik di Indonesia  Dalam Lirik Lagu Iwan Fals ( Analisis Semiotika dalam Lirik Lagu Manusia Setengah Dewa dan Surat Buat Wakil Rakyat )”. Pada Penelitian tersebut Gultom bertujuan untuk mengetahui representasi kehidupan politik  pada  teks  lagu  Manusia  Setengah  Dewa  dan  Surat  Untuk  Wakil Rakyat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika yang dikembangkan oleh Roland Barthes.  Penelitian dilakukan  dengan  dengan    menganalisis  Penanda  dan  Petanda  yang  ada  pada  lirik lagu  Manusia  Setengah  Dewa  dan  Surat  Buat  Wakil  Rakyat  yang  memiliki  makna denotasi  dan  makna  konotatif  yang  akhirnya  dapat  merepresentasikan  kehidupan politik di Indonesia.  Representasi kehidupan politik Indonesia di dalam lagu Manusia Setengah  Dewa  bercerita  bagaimana  rakyat  bermimpi  memiliki  Presiden  yang  bisa menjadi  pahlawan  mereka  yang  nantinya  diangkat  sebagai  manusia  setengah  dewa.
Penelitian tentang “Pemaknaan Lirik Lagu Imagine (Studi Analisis Semiotika Pemaknaan Lirik Lagu Imagine yang Dipopulerkan Oleh John Lennon)” yang dilakukan oleh Aldino Agusta Walad (2011), Penelitian tersebut difokuskan pada  analisis  semiotika,  yang  bersifat kualitatif,  dengan  memakai  paradigma  konstruktivis  sebagai  pendekatan. Sedangkan  pisau  analisis  atau  instrumen  analisis  data, Walad menggunakan semiotika  yang  dikemukakan oleh  Roland  Barthes.  Dalam  penelitian  tersebut,  Walad berusaha  memaknai  lirik  lagu  yang  dilihat  dari  arti  denotatif  dan  konotatif yang  akhirnya  menjadi  sebuah  mitos.  Dalam  penelitian  tersebut,  yang  diteliti  atau objek penelitian adalah lirik lagu Imagine. Dimana  dalam  penelitian tersebut  Walad mendapatkan  hasil,  tentang  apa  makna  dibalik  lagu  Imagine  yaitu,  pada  lirik lagunya  memiliki  arti  yang  sangat  kuat  dalam  menolak  keras  peperangan antara  Amerika  kepada  Negara  Vietnam.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penelitian tentang makna konotasi dengan teori semiotika Roland Barthes pada lirik lagu memang sudah banyak dilakukan, karena itu merupakan suatu kajian penelitian yang menarik untuk lebih memahami makna atau pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya. Akan tetapi pada penelitian makna konotasi pada lirik lagu Butiran Debu ini peneliti lebih memfokuskan pada bentuk-bentuk konotasi serta maknanya tanpa disertai dengan mitos yang terdapat dalam lirik lagu tersebut.  
2.2 Kerangka Teori
2.2.1 Pengertian Konotasi
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007)  makna konotasi dapat diartikan sebagai makna tidak sebenarnya pada kata atau kelompok kata. Oleh karena itu, makna konotasi sering disebut juga dengan istilah makna kias. Lebih lanjut, makna konotasi dapat dijabarkan sebagai makna yang diberikan pada kata atau kelompok kata sebagai perbandingan agar apa yang dimaksudkan menjadi jelas dan menarik. Sedangkan makna denotasi adalah makna sebenarnya yang terdapat pada kata tersebut. Atau secara singkat makna denotasi diartikan sebagai makna sebenarnya. Makna sebenarnya yang dimaksud adalah makna dasar kata yang terdapat dalam kamus.
            Sebuah kata mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negative. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi (Chaer, 2009:65). Jadi Makna konotatif  berupa makna yang digunakan untuk mengacu bentuk atau makna lain yang terdapat di luar leksikalnya.
            Sedangkan menurut Pawito (2007 : 12). makna konotatif merupakan makna-makna yang dapat diberikan pada lambang-lambang dengan mengacu pada nilai budaya yang karenanya berada pada tingkatan kedua. Sedangkan Makna denotasi adalah makna tingkat pertama yang bersifat objektif, yang dapat diberikan terhadap lambang-lambang. Yaitu dengan mengaitkan secara langsung antara lambang dengan realitas, atau gejala yang ditunjuk. Pembedaan makna denotatif dan konotatif didasarkan pada ada atau tidak adanya “nilai rasa” pada sebuah kata (Slamet Mulyana,1964). Setiap kata terutama yang disebut kata penuh, mempunyai makna denotatif, tetapi tidak semua kata itu mempunyai makna konotatif.
            Makna  konotatif dan denotatif berhubungan dengan kebutuhan pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna kata yang mempunyai tautan pikiran, peranan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain makna denotatif adalah makna yang bersipat umum, sedangkan makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus.
            Menurut Henry Guntur Tarigan (1986 : 8) Makna konotasi adalah pancaran impresi-impresi yang tidak dapat dirasa dan tidak dapat dinyatakan secara jelas. Sebuah kata disebut mempunyai makna konotasi apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi.

Walaupun kata kurus dan langsing mempunyai makna denotasi yang sama tetapi kedua kata itu memiliki nilai rasa yang berbeda, dengan kata lain memiliki makna konotasi yang berbeda. Menjadi orang yang  langsing    jelas menjadi idaman, impian,  keinginan orang dalam masyarakat; sedangkan menjadi orang kurus  jelas tidak diinginkan orang, karena hal itu mengandung konotasi negatif, kurang gizi, kurang urus badan.
Persoalan makna memang sangat sulit, karena walaupun makna itu adalah persoalan bahasa, tetapi keterkaitan dan keterikatannya dengan segala segi kehidupan manusia sangat erat. Padahal segi-segi kehidupan manusia itu sendiri sangat kompleks dan luas. Makna konotasi sebuah kata dapat berbeda dari satu kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma-norma penilaian kelompok masyarakat tersebut. Makna konotasi dapat juga berubah dari waktu ke waktu.    Kadang-kadang orang tidak tahu benar bagaimana harus menggunakan kata-kata  dalam kalimat secara tepat dan bagaimana maksud yang ditimbulkannya sehingga mempengaruhi pemakaian bahasa itu. Sering kata digunakan tidak tepat dalam kalimat, baik karena artinya tidak tepat atau tidak tepat benar, atau karena penggabungan kata itu dengan kata lain dalam sebuah frase, klausa, atau kalimat.


2.2.2  Semiotika
Fiske mengartikan semiotika sebagai studi tentang pertandaan dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna dibangun dalam “teks” media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengomunikasikan makna (2010: 283).
Berdasarkan pemikiran Fiske tersebut, maka semiotika berfokus pada teks. Dalam  hal  ini  maka  peran  penerima  teks  memiliki  derajat  aktivitas  yang  lebih tinggi.  Penerima  teks  sering  disebut  dengan  “pembaca,  yang  dalam  proses membaca  melibatkan  pengalaman,  sikap,  emosi  serta  kebudayaannya  terhadap teks.
            Semiotika adalah suatu ilmu atau atau metoda analisis untuk mengakaji tanda. Tanda -tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di  dunia  ini,  di tengah- tengah  manusia  dan  bersama-sama  manusia.  Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiology pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan  (humanity)  memaknai hal-hal (things),  Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan  (to communicate). Memaknai  berarti  bahwa  objek-objek  tidak  hanya  membawa  informasi,  dalam  hal mana  objek    objek  itu  hendak  berkomunikasi,  tetapi  juga  mengkonstitusi  sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 2004 : 15).
Roland  Barthes,  merupakan  salah  satu  tokoh  semiotika  yang  menarik karena  rajin  meneliti  tentang  media  serta  budaya  pop  menggunakan  semiotika. Baginya  semua  obyek  kultural  dapat  diolah  secara  tekstual.  Semiotika  dapat meneliti  teks  dimana  tanda-tanda  terkodifikasi  dalam  sebuah  sistem.  Dengan demikian  semiotika  dapat  meneliti  bermacam-macam  teks  seperti  berita,  film, iklan, fashion, puisi, dan lirik dalam sebuah lagu (Sungkono, 2009).
Semiotika menurut Roland Barthes adalah ilmu mengenai bentuk (form).Studi ini  mengkaji  sisgnifikasi  yang  terpisah  dari  isinya  (content).  Semiotika  tidak  hanya meneliti mengenai signifier dan signified, tetapi juga hubungan secara keseluruhan. Teks yang dimaksud Roland Barthes adalah dalam arti luas.Teks tidak hanya berarti berkaitan dengan  aspek linguistik saja. Semiotika dapat meneliti teks di mana tanda    tanda  terkodifikasi  dalam  sebuah  sistem.Dengan  demikian,  semiotika  dapat meneliti bermacam – macam teks seperti, berita, film, iklan, fashion, fiksi, puisi dan drama (Sobur, 2004: 123).
Barthes  memberikan  perhatian  yang  lebih  terhadap  interaksi  tanda  dalam teks  dengan  pengalaman  personal  dan  kultural  pemakainya.  Dia  kemudian membangun  sebuah  gagasan  dalam  semiotika  yang  sering  disebut  dengan  two order of significations atau signifikasi dua tahap. Model ini menjelaskan bahwa dalam signifikasi tahap pertama merupakan hubungan  antara  signifier  dan  signified  di  dalam  sebuah  tanda  terhadap  realitas eksternal,  yang  sering  disebut  Barthes  dengan  denotasi,  yaitu  makna  yang  nyata dari tanda. Signifikasi tahap kedua yang sering disebut konotasi, menggambarkan interaksi  yang  terjadi  ketika  tanda  bertemu  dengan  perasaan  atau  emosi  dari pembaca  serta  nilai-nilai  dari  kebudayaannya.  Selain  itu,  Roland  Barthes  juga melihat  makna  yang  lebih  dalam  tingkatannya,  akan  tetapi  lebih  bersifat konvensional, yaitu makna-makna yang berkaitan dengan mitos (Arifin, 2012).
Semiotika dipilih sebagai alat teoritis untuk mengkaji simbol-simbol yang ada dalam lagu yang menjadi subjek penelitian ini untuk direpresentasikan dalam kehidupan  nyata,  sehingga  diperoleh  makna  tertentu.  Hal  ini  berarti  setiap  teks dalam  musik  dapat  ditafsirkan  macam-macam  oleh  penikmat  musik  itu  sendiri dengan  tingkat  interpretasi  masing-masing  dan  sejauh  mana  mereka  menganalisa teks tersebut dengan berhadapan pada media itu sendiri (Aryani, 2012).
Begitu juga dengan penelitian ini, peneliti memilih teori semiotika konotasi Roland Barthes untuk menganalisis bentuk-bentuk serta makna dari konotasi-konotasi yang terdapat dalam lirik lagu Butiran Debu karya Rumor.
2.3 Model Penelitian
            Adapun model dari penelitian ini yaitu penelitian tentang studi literatur pada lirik lagu Butiran Debu karya Rumor. Di samping itu juga kajian difokuskan pada bentuk-bentuk konotasi dengan menggunakan teori Semiotika Roland Barthes. Terlebih dahulu lirik lagu tersebut dipahami dan dihayati, kemudian dianalisis berdasarkan teori yang digunakan.





3. Metode Penelitian
3.1  Rancangan Penelitian
            Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, oleh karena itu penelitian ini berupa studi literatur atau studi pustaka pada lirik lagu Butiran Debu karya Rumor. Fokus kajian pada penelitian ini yaitu bentuk-bentuk konotasi pada lirik lagu Butiran Debu, selanjutnya bentuk- bentuk konotasi tersebut dianalisis berdasarkan teori yang dipilih, barulah kemudian makna dalam lirik lagu tersebut dianalisis secara detail.
3.2  Lokasi Penelitian
            Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa penelitian ini merupakan penelitian studi literatur, maka lokasi untuk penelitian ini tidak terfokus pada satu tempat atau lokasi sebagaimana penelitian bahasa pada umumnya. Akan tetapi pada penelitian ini yang dikaji yaitu hasil dokumentasi lirik lagu Butiran Debu karya Rumor serta rekaman dari lagu tersebut, oleh karena lokasi penelitian dapat saja dilakukan di rumah maupun di perpustakaan.
3.3  Jenis dan sumber Data
            Jenis data pada penelitian ini yaitu data-data kualitatif, yakni data yang bersifat tanpa angka-angka atau bilangan namun biasanya berbentuk verbal (narasi, deskripsi atau cerita). Penelitian kualitatif tidak memiliki rumus yang bersifat mutlak untuk mengolah dan menginterpretasikan data, tetapi berupa pedoman untuk mengorganisasikan data, pengkodean (kodifikasi) dan analisis data, penghayatan dan pengkayaan teori, serta interpretasi data. yakni data yang bersifat tanpa angka-angka atau bilangan namun biasanya berbentuk verbal (narasi, deskripsi atau cerita).
Adapun sumber data pada penelitian ini yaitu lirik lagu Butiran Debu karya Rumor yang dilaunching pada pertengahan tahun 2012, dan sempat membooming sebagai lagu favorit yang terdapat pada deretan pertama pada tangga lagu yang paling sering diputar baik di radio maupun televisi.
3.4  Instrumen Penelitian
            Adapun instrument-instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu dokumentasi lirik lagu Butiran Debu tersebut yang dapat diakses di internet ataupun media massa seperti majalah. Di samping itu juga instrument yang digunakan yaitu hasil rekaman (MP3) dari lagu Butiran Debu karya Rumor tersebut.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Teknik Dokumentasi
              Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode simak. Sesuai dengan namanya, metode simak merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa, baik penggunaan bahasa secara lisan maupun tertulis. (Mahsun, 2007: 92).  Lebih khusus lagi penulis menggunakan metode simak dibantu dengan teknik pencatatan.
Selain itu data juga diperoleh dari penelitian  kepustakaan (library research), dengan mengumpulkan berbagai literatur dan bacaan yang relevan dan mendukung penelitian ini. Peneliti  memilih  referensi  dari  beberapa  buku  dan  website sebagai  rujukan  dan  penguat  data.  Selain  mencari  data  melalui  sumber-sumber  pustaka,  peneliti  juga  mencoba  mendalami  peristiwa  dengan menggunakan beberapa majalah terkait guna memperkuat data yang ada.

3.6  Analisis Data
Barthes  mengulas   sistem  pemaknaan  yang  dibangun  atas  sistem  lain yang  telah  ada  sebelumnya.  Kedua  sistem  yang  paling  paling  dikenal adalah sistem tataran denotatif dan sistem tataran konotatif. Dalam konsep Barthes,  tanda  konotatif  tidak  sekedar  memiliki  makna  tambahan,  namun juga  mengandung  kedua  bagian  tanda  denotatif  yang  melandasi keberadaanya (Sobur, 2004).
Adapun metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini yaitu metode Padan Intralungual. Metode Padan Intralingual (PI) adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data-data kebahasaan dengan cara menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda ( Mahsun, 2007: 118).
Terlebih dahulu data-data hasil pencatatan bentuk-bentuk konotasi tersebut disajikan, keudian dianalisis berdasarkan teori semiotic konotatif dari Roland Barthes, selanjutnya makna-makna konotasi tersebut dibahas, barulah kemudian makna lirik Lagu Butiran Debu tersebut dianalisis secara keseluruhan.
3.7  Cara Penyajian Hasil Analisis Data
            Penyajian hasil analisis data pada penelitian ini yaitu secara informal dengan menggunakan perumusan kata-kata biasa (naratif), akan tetapi tetap menggunakan ranah bahasa formal yang baku sebagaimana karya ilmiah yang lainnya.


                                                            Daftar Pustaka
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Ariyani, Monica dan Hamid Arifin .2012.  Lagu Indie dan Penegakan HAM di Indonesia (Analisis Semiotik terhadap Lagu Berjudul ‘Hilang’ Karya Band Indie Efek Rumah Kaca). Jurnal Ilmiah Program Studi Komunikasi Massa, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik : Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia .Jakarta : Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Djajasudarma, Fatimah. 1999. Semantik 1 : Pengantar Ke Arah Ilmu Makna. Bandung : Refika

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media. Yogyakarta: LKiS.

Gultom, Nutrayasa Goktuana. 2013. Representasi  Kehidupan Politik Di Indonesia  Dalam Lirik Lagu Iwan Fals ( Analisis Semiotika dalam Lirik Lagu Manusia Setengah DewaDan Surat Buat Wakil Rakyat ). Jurnal Sastra : Universitas Pendidikan Indonesia.

Keraf, Gorys. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti. 2005. Kamus Linguistic. Jakarta : Gramedia.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Mulyana, Dedy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rodakarya.                                             

Pateda, Mansoer.  2001. Semantik Leksikal . Jakarta: Rineka Cipta.

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakaria.

Walad, Aldino Agusta. 2011. Pemaknaan Lirik Lagu Imagine (Studi Analisis Semiotika Pemaknaan Lirik Lagu Imagine yang Dipopulerkan Oleh John Lennon). Jurnal Sastra : Universitas Pendidikan Indonesia.

Essay, Kritik Kepemerintahan : KOREKSI KE-PLIN-PLANAN PENGUASA DALAM PERSEPSI RAKYAT KECIL TERHADAP KENAIKAN HARGA BBM



KOREKSI KE-PLIN-PLANAN PENGUASA DALAM PERSEPSI RAKYAT KECIL TERHADAP KENAIKAN HARGA BBM.

Dalam kurun waktu mendekati 70 tahun Indonesia merdeka masalah BBM selalu menjadi trending topic yang selalu hangat menjadi headline di tiap media baik lokal maupun nasional. entah itu ketika dinaikkan maupun penurunan harga. selama masa pemerintahan 6 presiden terdahulu, bisa dikatakan masa pemerintahan presiden saat inilah yang paling fenomenal dalam masalah perubahan harga BBM. kurang dari 3 bulan harga BBM telah mengalami perubahan selama 4 kali, kalau dulu masa pemerintahan SBY (priode kedua) perubahan harga terjadi selama 2 kali dan itupun dalam jarak waktu yang cukup lama, dan ketika akan berakhir masa jabatan, beliau hendak menaikkan kembali harga namun dapat digagalkan dengan aksi besar-besaran dari semua kalangan untuk menolak kenaikan harga. Namun pada masa awal pemerintahan Jokowi-JK kenaikan melaju dengan kencangnya dari 6500 menjadi 8500, aksi besar-besaran tak mempunyai efek untuk menolak kenaikan harga tersebut. setelah rakyat cukup redam dengan kenaikan drastis tersebut sang penguasa kembali mencuatkan sensasi dengan menurunkan harga dari 8500 menjadi Rp. 7500 lalu menurun lagi pada harga Rp. 6.600 itupun kurang dari tenggang waktu 2 bulan, namun penurunan harga tak cukup mampu menahan laju bahan pokok yang sudah terlanjur melejit dengan kenaikan pertama.

Selanjutnya menyusul peringatan serangan umum 1 Maret, operasi senyap kenaikan harga BBM kembali digulirkan dari 6600 menjadi 6800, namun tak banyak warga yang antusias ataupun heboh menggunjingkan kenaikan tersebut karena yang menjadi patokan mereka harga-harga telah terlanjur naik dan harga BBM ecer mengalami ketetapan harga pada Rp. 8.000. di tengah gonjang-ganjingnya aksi menuntut janji penguasa untuk kesejahteraan rakyat dan kenaikan BBM tepat sasaran, penutupan Maret 2015 sensasional kenaikan harga BBM kembali menguak, tepat pada tanggal 28 Maret pukul 00.00 Wib BBM diputuskan mengalami kenaikan harga sebesar Rp. 500, premium dari Rp. 6.800 menjadi Rp. 7.300 dan solar dari Rp. 6.400 menjadi Rp. 6.900, dalam waktu 1 bulan harga BBM mengalami 2 kali kenaikan harga, diawali dengan kenaikan dan diakhiri dengan kenaikan pula (Maret perubahan). Tetapi tak banyak media yang menggunjingkannya mungkin karena sudah bosan dengan ke-plin-plan-an penguasa terhadap harga BBM yang telah beberapa kali mengalami perubahan. begitu juga dengan rakyat, semakin kebingungan dengan ketidak teguh pendirian penguasa terkait harga BBM yang berdampak besar pada kenaikan harga-harga bahan pokok yang tidak terkontrol.

Sebelum kenaikan harga diputuskan,   isu tentang kenaikan harga telah diketahui oleh massa, lalu disusul dengan aksi besar-besaran dengan tajuk memulangkan Jokowi ke solo, di jawa timur aksi mahasiswa mengusung tema raport merah untuk Jokowi-JK, namun sayangnya seperti tag-tag yang disebar netizen di wall facebook maupun twitter, aksi-aksi tersebut luput dari liputan media-media nasional atau mungkin karena keberpihakan media terhadap kebijakan-kebijakan penguasa namun dirasakan menyengsarakan rakyat, lalu massa pun menyebarkan aksi dan gerak tersebut melalui media populer dan yang pasti gratis seperti facebook, twitter maupun forum-forum diskusi tulis menulis yang tersebar di internet.
Masa kampanye semua media heboh memberitakan sang calon presiden, namun ketika kebijakan yang diambil cukup kontroversial bagi rakyat, media seakan bungkam untuk menyuarakannya, bahkan aksi-aksi massa maupun mahasiswa yang berjuang atas nama rakyatpun seolah bukan lagi hal menarik untuk dijadikan tema berita mereka.

Memang lumrahnya setiap ada kebijakan yang digulirkan penguasa pasti menuai kritik dari rakyat, ada yang mengutuk namun tidak sedikit juga yang memikirkan pertimbangan atas kebijakan tersebut. seperti halnya BBM ini, bagi rakyat kecil yang tak mengerti masalah politik, masalah kenaikan minyak dunia, masalah penukaran kurs dolar yang semakin anjlok kenaikan harga BBM yang cukup signifikan pasti memunculkan kata-kata pedas bahkan umpatan terhadap sang penguasa yang secara tidak langsung berdampak pada psikologi mereka yang selalu berfikir bahwa kesejahteraan itu seolah-olah selalu bersumber dari penguasa, maka ketika ada kebijakan yang diambil sang penguasa yang sekiranya memiliki dampak dengan menurunnya kesejahteraan rakyat, maka rakyatpun akan berang, berpikir penguasa semakin membuat rakyat sengsara, hal seperti ini memang sepenuhnya tidak salah karena tugas utama penyelenggara negara seperti ungkapan janji-janji penguasa sebelum terpilih pasti mengusung program kesejahteraan rakyat, akan tetapi kesejahteraan itupun masih memiliki kekaburan makna yang cukup tinggi, begitu juga rakyat yang mana fokus kesejahteraan tersebut masih belum jelas. oleh karena itu ketika pemutusan sautu kebijakan publik dari sang penguasa hendaknya memang benar-benar memiliki dampak atas peningkatan kesejahteraan rakyat bukan sebaliknya.

Lalu bagi rakyat yang cukup berpengetahuan, masalah kenaikan harga BBM setidaknya mereka telah membaca situasi tentang kenaikan harga tersebut, misalnya tentang minyak dunia yang kembali tinggi, penukaran dolar terhadap rupiah yang semakin anjlok dan salah satu antisipasi untuk mengoptimalkan keadaan yaitu dengan menaikkan harga BBM,  namun ketika kebijakan tersebut memang benar-benar berdampak besar terhadap penurunan kesejahteraan rakyat, maka tidak jarang juga mereka mencemooh terhadap kebijakan yang diambil penguasa tersebut, walaupun dampak terhadap kebijakan tersebut masih belum bisa diprediksi terjadi atau tidaknya, bahkan tidak menutup kemungkinan jika keadaan semakin memburuk, maka kenaikan-kenaikan harga BBM maupun bahan pokok akan kembali terjadi, hal seperti inilah yang seharusnya menjadi pertimbangan bagi pembuat kebijakan sehingga tidak ada lagi kata-kata pedas, umpatan kasar terhadap penguasa.

Dampak yang cukup besar dialami rakyat ketika terjadi kenaikan-kenaikan harga seperti ini yaitu dampak psikologis, kita merasakan semua serba sulit, semua serba uang disebabkan perilaku konsumtif dan selalu mencari yang siap saji, namun ini tidak sepenuhnya salah karena sektor-sektor produksi yang seharusnya mensejahterakan rakyat malah terlebih dahulu menjadi lahan investasi bagi pihak asing maupun orang-orang ber-uang. sementara rakyat-rakyat kecil hanyalah sebagai kuli dan tenaga harian lepas yang ketika proyek selesai mereka kehilangan pekerjaan kemudian kebingungan mencari penghidupan, ujung-ujungnya merantau ke luar negeri. Disusul lagi tingginya jumlah pengangguran disebabkan lapangan kerja yang tak banyak, lalu solusinya kita dengan mudah berkata kreatif menciptakan lapangan pekerjaan sendiri atau enterpreneurship, namun itu tidak semudah kita beretorika, tanpa modal dan skill yang cukup semuanya hanya bisa jadi angan-angan apalagi tidak didukung dengan kerja tim ataupun dukungan pihak lain yang cukup berpengaruh terhadap kelangsungan dari apa yang kita gagas. Setidaknya kita masih memiliki semangat pengabdian, lalu berharap dengan pengabdian tersebut dilirik oleh pihak yang berkuasa dan diberikan bantuan ataupun donasi secara masif terhadap pengabdian kita seperti yang kita sering nikmati pada acara-acara televisi.

Kenaikan harga-harga bahan pokok maupun yang lainnya selalu berpatokan pada harga BBM, ini disebabkan tidak adanya regulasi penetapan harga dari pemerintah yang mengatur sistem perdagangan sehingga pedagang dengan semena-mena membuat harga dengan dalih BBM naik, di sinilah letak persaingan antar pengusaha dengan produk yang sama dan rakyat sebagai konsumen pasti memilih yang lebih murah walaupun tingkat perbedaannya sangat kecil. tingkat kenaikan harga juga bergantung pada produksi, namun ketika produksi melimpah, dengan harga yang sudah tinggi dan menguntungkan, pedagang enggan menurunkan harga, inilah yang seharusnya menjadi pegawasan pemerintah terhadap penetapan harga. atau juga ketika bahan inpor yang menjadi kebutuhan mengalami kekurangan stok disebabkan distribusi yang kurang, pedagang semena-mena menaikkan harga, yang diketahui akan tetap dibeli melihat itu sebagai suatu kebutuhan, seperti semen, pupuk dan lain-lain.

Idealnya sebuah kebijakan publik hendaknya memang benar-benar berafiliasi untuk kesejahteraan rakyat walaupun itu membuat bingung, geram, kesal, entah itu dengan menaikkan harga BBM atau menurunkannya (yang pasti penurunan selalu membuat bahagia dari pada kenaikan) akan tetapi ketika dampak dari kebijakan tersebut telah dirasakan manfaatnya oleh rakyat, pasti yang awalnya mengutuk kebijakan tersebut perlahan akan menutup muka sendiri karena malu atas apa yang mereka kutuk, akan tetapi ketika kebijakan semena-mena yang diambil semakin membuat rakyat sengsara dan susah, maka umpatan pedas maupun aksi demo besar-besaran memang layak digulirkan untuk mengingatkan janji-janji dan omong kosong belaka sang penguasa sebelum terpilih. untuk itu sebelum mengutuk kebijakan pemerintah atas apa yang telah diputuskan seyogyanya rakyat memikirkan terlebih dahulu kelanjutan atas kebijakan tersebut dengan melihat masa percobaan berlakunya kebijakan. penilaian memang ada di tangan rakyat karena konsepsi demokrasi memang seperti itu, namun seiring berjalannya roda pemerintahan demokrasi yang digaung-gaungkan belum pernah dipahami secara universal oleh kita (khususnya kami rakyat kecil).

Jadi, inti dari pemutusan suatu kebijakan dari pemerintah pada dasarnya memang bertujuan untuk suatu perubahan, berangkat dari harapan baik itulah kita sebagai rakyat dituntut untuk jeli menilai dan mengawasi kebijakan tersebut serta dampaknya terhadap keberlangsungan dan kemajuan negara, bukan hanya langsung mengutuk, mengumpat, karena memang semua orang bisa mengkritik namun kritik yang membangun itulah yang menjadi prioritas kita bersama. akan tetapi jika dampak dari suatu kebijakan yang diambil tersebut jelas nampak terhadap minimnya kesejahteraan rakyat, maka i'tikad baik kita sebagai warga negara yang cinta tanah air, cinta perdamaian tidak seharusnya tercoreng dengan melakukan aksi-aksi yang tidak seharusnya demi menuntut hak rakyat. kesantunan dalam menuntut hak rakyat seyogyanya kita prioritaskan. ketika hal-hal baik seperti itu tidak menuai hasil, apa boleh buat, rakyat sebagai inti komponen dari suatu negara dan dasar dalam demokrasi, tidak seharusnya menutup mata dan acuh terhadap ketimpangan-ketimpangan tersebut.

Lalu terkait ke-plin-planan penguasa terkait perubahan harga BBM ini cukup sebagai indikator penilaian rakyat apakah memang pemerintah tersebut benar-benar mempunyai i'tikad baik demi kesejahteraan rakyat. mungkin saja bagi mereka pembuat kebijakan yang notabenenya tidak ada yang miskin, harga sebesar itu pasti mampu mereka beli bahkan untuk puluhan mobil mewah mereka, namun tidak demikian bagi rakyat kecil. mereka tidak akan pernah tahu bagaimana membuat rakyat sejahtera kalau mereka belum merasakan penderitaan rakyat yang belum merasakan namanya sejahtera, para pembuat kebijakan selalu berdalih demi kebaikan rakyat, akan tetapi mereka yang tetap dalam kondisi tetap baik tidak pernah tahu penderitaan rakyat yang dalam kondisi tidak baik. oleh karena itu, kata demi kesejahteraan rakyat seperti yang mereka gaungkan masih dan akan tetap menjadi tanda tanya besar di benak rakyat, apakah kesejahteraan rakyat seperti yang mereka pikirkan sama dengan kesejahteraan rakyat seperti yang diinginkan rakyat yang sebenarnya.

Jalan Sunyi Si Pendidik

sumber :digaleri.com Baim Lc*  Dia tertegun, matanya tertuju pada amplop yang dibagikan oleh pihak komite tadi pagi. Nominal ya...