Selasa, 11 Agustus 2015

Jurnal Bahasa Indonesia- Penelitian Linguistik, Idiom Bahasa Sasak.



JURNAL

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA IDIOM BAHASA SASAK DIALEK  [A-E] DI DESA LENGKOK LENDANG KECAMATAN WANASABA LOMBOK TIMUR




Oleh
Abdul Rahim
E1C 009 009




UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
2013







ANALISIS BENTUK DAN MAKNA IDIOM BAHASA SASAK DIALEK  [A-E] DI DESA LENGKOK LENDANG KECAMATAN WANASABA LOMBOK TIMUR
Oleh :  Abdul Rahim
Email :abdulrahim09bi@gmail.com
Pembimbing 1 : Drs. H. Khairul Paridi, M. Hum.
Pembimbing 2 : Drs. Kaharudin, M. Hum

Abstract
This study entitled Analysis of Form and Meaning Idiom Sasak language dialect [a-e] in the village Lengkok-Lendang Wanasaba East Lombok district. Issues raised in this study, namely: (1) how the forms of Sasak language idioms (2) how the meaning contained in the Sasak language idioms (3) how is the function of speech idioms in the Sasak language dialect [a-e] in the Village District Lengkok-Lendang Wanasaba East Lombok. The purpose of this study is to determine the forms of Sasak language idioms, to know the difference in the form of idioms in terms of the closeness of its elements formed dala Sasak language idiom meaning, as well as to the meaning and function menegetahui idioms in speech language Sasak village Lengkok-Lendang Wanasaba Lombok District east.
Theory is used to answer the problem in this research is the theory of the idiom, idioms forms, as well as the types of idioms based on the closeness of its constituent elements. This theory is based on ideas taken from some linguists as well as the conclusion of the researchers themselves. Population of this research is the Sasak language speakers Dialects [ae] in the village Lengkok-Lendang Wanasaba East Lombok district. For the study sample was taken five speakers who live in the hamlet Montong Dares. The sample selection was based on the consideration of the proximity of the researcher with the area, so it will be easier to work with informants in verifying the data.   
In the present study used data collection methods and methods refer introsfektif. Introsfektif methods used in terms of cooperation between the informant with researchers in providing data. To see the method involved ably assisted with engineering and technical note. Data analysis used the method Padan intralingual (PI) with the technique of Appeals Equalized It Hubung Principal (HBSP). HBSP techniques used to describe forms of idioms based on the closeness of the elements in the form of meaning. After the completion of data analysis, the data presented in the form of formal and non-formal.
Based on data analysis that has been done, it was discovered 89 idioms form in Sasak language dialect [a-e] in the village Lengkok-Lendang Wanasaba East Lombok district. Besides the idiom forms based on the closeness of the elements in shaping the meaning of the idiom form is divided into 64 full and 25 partial form of idioms. The idiom meaning and function depends on its use in speech Sasak language.
Keywords: Form, Meaning, Function, Idiom.           

ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Analisis Bentuk dan Makna Idiom Bahasa Sasak Dialek [a-e] di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu ; (1) bagaimanakah bentuk-bentuk idiom bahasa Sasak (2) bagaimanakah makna yang terkandung dalam idiom bahasa Sasak (3) bagaimanakah fungsi idiom dalam dalam tuturan bahasa Sasak dialek [a-e] di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bentuk-bentuk idiom bahasa Sasak, untuk mengetahui perbedaan bentuk idiom dari segi keeratan unsur-unsurnya dala membentuk makna idiom bahasa Sasak, serta untuk menegetahui makna dan fungsi idiom dalam tuturan bahasa Sasak di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur.
Teori yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah teori tentang idiom, bentuk-bentuk idiom, serta jenis-jenis idiom berdasarkan keeratan unsur-unsurnya pembentuknya. Teori ini diambil berdasarkan pemikiran dari beberapa ahli bahasa serta penyimpulan dari peneliti sendiri. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh penutur bahasa Sasak Dialek [a-e] di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur. Untuk sampel pennelitian diambil lima orang penutur yang berdomisili di Dusun Montong Dares. Pemilihan sampel ini didasarkan atas pertimbangan kedekatan peneliti dengan wilayah tersebut, sehingga akan lebih mudah dalam bekerja sama dengan informan dalam melakukan verifikasi data.
Dalam pengumpulan data penelitian digunakan metode introsfektif dan metode simak. Metode introsfektif digunakan dalam hal kerja sama antara informan dengan peneliti dalam menyediakan data. Untuk metode simak dibantu dengan teknik libat cakap dan teknik catat. Analisis data digunakan metode Padan Intralingual (PI) dengan teknik Hubung Banding Samakan Hal Pokok (HBSP). Teknik HBSP digunakan untuk menjelaskan bentuk-bentuk idiom berdasarkan keeratan unsur-unsurnya dalam membentuk makna. Setelah data selesai dianalisis, maka data-data disajikan dalam bentuk formal dan nonformal.
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, ditemukan 89 bentuk idiom dalam bahasa Sasak Dialek [a-e] di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur. Selain itu bentuk-bentuk idiom tersebut berdasarkan keeratan unsur-unsurnya dalam membentuk makna terbagi dalam 64 bentuk idiom penuh dan 25 bentuk idiom sebagian. Makna dan fungsi idiom tersebut tergantung pada penggunaannya dalam tuturan bahasa Sasak.
Kata Kunci : Bentuk, Makna, Fungsi, Idiom.    
A.  Latar Belakang
Bahasa digunakan untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain (Sutedi, 2003:2). Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun tertulis, orang tersebut bisa menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena ia memahami makna yang dituangkan melalui bahasa tersebut. Jadi, fungsi bahasa adalah untuk menyampaikan suatu makna kepada seseorang baik secara lisan maupun tertulis. Jika mengkaji tentang makna, maka dalam tataran linguistik dapat dijelaskan melalui kajian ilmu tentang makna atau disebut semantik. Semantik adalah cabang ilmu yang meneliti arti atau makna, Salah satu objek kajian semantik adalah idiom.
 Dalam bahasa Indonesia dikenal bentuk yaitu “panjang tangan” yang artinya maling/pencuri, bentuk tersebut jauh menyimpang dari makna pembentuknya yaitu kata “panjang” yang berarti suatu ukuran dan kata “tangan” yang artinya bagian adari anggota tubuh. Demikian juga pada contoh “kepala dingin” yang artinya “pikiran tenang”, terbentuk dari kata “kepala” yang maknanya merupakan bagian dari anggota tubuh dan kata “dingin” yang maknanya suatu keadaan atau ukuran suhu. Pada kedua contoh tersebut, bentuk-bentuk dari “panjang tangan” dan “kepala dingin” maknanya berbeda dari makna kata pembentuknya (leksikal), maka kedua bentuk tersebut dapat dikelompokkan sebagai bentuk Idiom.
Demikian pula halnya dalam bahasa Sasak terdapat bentuk “beleq otak” yang artinya merasa bangga, bentuk tersebut terbentuk dari kata “beleq” yang artinya dalam bahasa Indonesia yaitu “besar”, yang menyatakan makna suatu ukuran, dan kata “otak” yang dalam bahasa Indonesia artinya “kepala” yang menyatakan makna bagian dari anggota tubuh. Bentuk “beleq otak” tersebut maknanya telah hilang/menyimpang dari makna kata pembentuknya, maka bentuk tersebut dapat dikelompokkan sebagai Idiom. Contoh yang lainnya yaitu “telinge kete” yang maknanya “apatis”, tidak mau mendengarkan orang lain, bentuk tersebut terbentuk dari kata “telinge” yang artinya dalam bahasa Indonesia yaitu “telinga” yang menyatakan makna bagian dari anggota tubuh dan kata “kete” yang dalam bahasa Indonesia berarti “tempat penggorengan, terbuat dari tanah liat”, makna dari “telinge kete” yang artinya apatis, tidak mau mendengarkan orang lain, maknanya tidak ada hubungannya lagi dengan makna “telinge” dan “kete” yang membentuk idiom tersebut.
Penelitian tentang bahasa Sasak sudah banyak dilakukan, baik itu dalam bentuk buku, skripsi, jurnal dan lain sebagainya. Aspek yang dikaji dalam penelitian itu pun beragam, mulai dari aspek fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dialektologi dan lain sebagainya. Akan tetapi dari semua penelitian tentang bahasa Sasak yang sudah dilakukan belum ada yang mengkaji tentang idiom bahasa Sasak yang ditinjau dari aspek semantik. Itulah yang menjadi alasan utama peneliti untuk mengangkat penelitian tentang idiom bahasa sasak ini.            
Penelitian ini difokuskan pada kajian bentuk dan makna idiom pada bahasa Sasak dialek  [a-e] di wilayah Desa Lengkok Lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur.Pada mulanya, dialek dalam bahasa Sasak dibagi menjadi 5 dialek. Thoir, dkk (1986, dalam Luthfiana 2011: 1) menamai kelima dialek ini sebagai dialek Meno-Mene, Ngeno-Ngene, Ngeto-Ngete, Ngeno-Mene, dan Meriak-Meriku. Pembagian nama dialek ini didasarkan pada bentuk realisasi makna ’begini’ dan ’begitu’ pada daerah yang diamatinya. Menurut Mahsun (2006: 3-4), pembagian dialek ini belum bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sebab, peneliti tidak konsisten dalam menentukan dialek tersebut. Makna ’begini’ memiliki 22 realisasi dan makna ’begitu’ memiliki 23 bentuk realisasi. Ini berarti, jika pembagian dialek didasarkan pada bentuk realisasi kedua makna kata di atas, akan terdapat 22 atau 23 dialek dalam bahasa Sasak.
Oleh karena itu, Mahsun (2006: 72), dalam penelitiannya yang berjudul Kajian Dialektologi Diakronis Bahasa Sasak di Pulau Lombok, mengelompokkan bahasa Sasak menjadi 4 dialek, yakni Dialek a-a sebagai padanan Dialek Bayan (DB), Dialek a-e sebagai padanan Dialek Pujut (DP), Dialek e-e sebagai padanan Dialek Selaparang (DS), Dialek a-o sebagai padanan Dialek Aiq bukaq. Hal ini didasarkan pada korespondensi vokal pada struktur [V-V] keempat dialek tersebut. Pertimbangan ini lebih realistis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Setelah penulis amati, bentuk-bentuk yang digunakan dalam bahasa Sasak Dialek a-e memang memiliki korenspondensi vokal akhir [a-e], misalnya bentuk mate ‘mata‘, ape ‘apa‘, bate ‘bata‘, Praye ‘Praya‘, dan kace ‘kaca‘. Oleh karena itu, penulis memilih untuk mengikuti aturan penamaan dialek berdasarkan pertimbangan terakhir ini.
Selain itu alasan peneliti untuk mengangkat penelitian tentang idiom ini karena penutur bahasa sasak di wilayah peneliti masih menggunakan idiom untuk menyampaikan makna secara tidak langsung, terutama orang-orang tua, disamping itu juga sebagai salah satu strategi pemertahanan bahasa, khususnya bahasa daerah yaitu dengan melakukan penelitian lebih mendalam lagi tentang bahasa tersebut sebagai salah satu keragaman budaya bangsa kita.
Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang idiom tersebut, karena dari segi bentuk maupun maknanya idiom yang digunakan di wilayah desa Lengkok-Lendang memiliki bentuk dan makna yang unik dan biasanya digunakan untuk memperhalus makna atau juga sebagai bentuk ejekan.
Berdasarkan uraian di atas penelitian yang berjudul “Analisis Bentuk dan Makna Idiom Bahasa Sasak Dialek [a-e] di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur” ini mengangkat beberapa rumusan masalah yaitu :
1.    bagaimanakah bentuk-bentuk idiom dalam bahasa Sasak Dialek [a-e] di desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur?.
2.    bagaimanakah makna yang terkandung dalam idiom bahasa Sasak Dialek [a-e] di desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur?.
3.    bagaimanakah fungsi idiom dalam tuturan bahasa Sasak Dialek [a-e] di desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur?.  
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui bentuk-bentuk idiom serta perbedaan bentuk idiom dari segi keeratan unsur-unsurnya dalam membentuk makna yang ada dalam idiom bahasa Sasak Dialek [a-e] di desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur.
2.    Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam idiom bahasa Sasak Dialek [a-e] di desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur.
3.    Untuk mengetahui fungsi idiom dalam tuturan bahasa Sasak Dialek [a-e] di desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombk Timur.
 Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis.
1.    Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu bahasa serta sebagai bentuk pelestarian bahasa daerah, khususnya bahasa Sasak yang ada di pulau lombok.
2.    Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi yang berminat mendalami bahasa Sasak dialek [a-e] di desa lengkok- lendang. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pedoman dalam pembelajaran, khususnya bahasa Sasak dialek [a-e] yang digunakan oleh masyarakat Lengkok-lendang untuk SD/MI, SLTP/MTs maupun SMA/MA.
B.  Kajian Teori
2.1     Definisi Idiom
Idiom seringkali digunakan oleh penutur bahasa dalam berkomunikasi dengan anggota penuturnya. Penggunaan idiom ini sengaja dilakukan terutama untuk menyatakan sesuatu secara tidak langsung kepada lawan bicara, baik itu untuk memuji, menyindir, mengejek, mengungkapkan rasa sedih, kecewa, gembira dan lain sebagainya. Misalnya, kata pencuri lebih halus kedengarannya bila menggunakan kata panjang tangan.
Jika ditelusuri secara etimologi kata idiom berasal dari bahasa Yunani `idioma` yang artinya khusus atau khas. Jadi sebuah idiom adalah sebuah bentuk ekspresi khusus terhadap suatu bahasa yang tidak dapat dijelaskan dari unsur-unsur pembentuknya (Makai 1972 dalam Khak : 2). Jadi, Idiom itu khusus untuk bahasa itu sendiri dan tidak dapat diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa lain.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya, misalnya  kambing hitam dalam kalimat  ‘dalam peristiwa itu Hansip menjadi kambing hitam, padahal mereka tidak tahu apa-apa’. (KBBI, 2007:417). 
Abdul Chaer (2003:296) berpendapat bahwa idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat “diramalkan’ dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal Umpamanya, secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna ‘orang yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya’; tetapi bentuk menjual gigi tidaklah memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna ‘tertawa keras-keras’. Jadi, makna seperti yang dimiliki bentuk menjual gigi inilah yang disebut makna idiomatikal. Contoh lain dari idiom adalah bentuk membanting tulang yang bermakna ‘bekerja keras’, meja hijau dengan makna ‘pengadilan’, dan sudah beratap seng dengan makna ‘sudah tua’.
Sedangkan Menurut Kridalaksana (2008:90), dalam Kamus Linguistik, Idiom adalah konstruksi dari unsur-unsur yang saling memiliki, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain atau konstruksi yang maknanya tidak sama dengan makna anggotanya. Sebagai contoh, kambing hitam dalam kalimat “dalam peristiwa kebakaran itu hansip menjadi kambing hitam, padahal mereka tidak tahu apa-apa”. Makna kambing hitam secara keseluruhan, tidak sama dengan makna kambing maupun hitam.
Dari definisi yang diberikan oleh Chaer dan Kridalaksana dapat disimpulkan bahwa idiom merupakan satuan bahasa yang maknanya berbeda dengan makna komponen-komponen pembentuknya. Akan tetapi ada idiom yang masih bisa dilihat maknanya dari makna komponen-komponen pembentuknya.        
Menurut Fatimah Djajasudarma (1999:16) makna idiom adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk baku (tidak berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tetap. Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku bagi suatu bahasa.
  Dalam buku Alwasilah (1993:165) mengatakan idiom adalah grup kata-kata yang mempunyai makna tersendiri yang berbeda dari makna tiap kata dalam grup itu.  Idiom tidak bisa diterjemahkan secara harafiah ke dalam bahasa asing. Idiom adalah persoalan pemakaian bahasa oleh penutur asli. Kita tidak bisa membuat idiom sendiri.
Keraf (1985:109) mengemukakan bahwa idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum (biasanya berbentuk frasa ) yang maknanya tidak sama dari gabungan kata-kata pembentuknya.
Selain pendapat di atas, Badudu (1994 :20) memaknai idiom yaitu sebagai ungkapan bahasa yang artinya tidak dapat dijabarkan dari jumlah arti tiap-tiap unsurnya. Misalnya , kambing hitam, membanting tulang, keras kepala, frasa (kelompok kata) idiomatik selain yang idiom saja disebutkan itu termasuk ungkapan yang teradat, yang pemakaian unsurnya tidak selalu dapat diterangkan secara logis.
Berdasarkan pendapat para ahli linguistik tersebut penulis menyimpulkan bahwa idiom adalah gabungan dua buah unsur kata atau lebih yang maknanya berbeda dari unsur pembentuknya dan membentuk satu kesatuan arti yang idiom dan unsur-unsur kata tersebut tidak dapat dipisahkan. Misalnya dalam idiom kambing hitam diatas, yang maknanya berbeda dengan unsur pembentuknya, baik makna kambing maupun hitam. Idiom kambing hitam tidak ada kaitannya dengan hewan yang bernama kambing dan berwarna hitam.
Jadi secara umum Idiom berarti gabungan kata yang memberi arti khusus atau kata-kata yang dipakai dengan arti lain dari arti yang sebenarnya. Idiom dapat juga diartikan makna leksikal yang dibangun dari beberapa kata, yang tidak dapat dijelaskan lagi lewat makna kata-kata pembentuknya.
Dalam penggunaan idiom manusia sering menyembunyikan dan tidak mengatakan secara langsung mengenai maksud dan keinginannya. Hal tersebut disebabkan beberapa fakor 1) mengharapkan sesuatu; 2) membandingkan; 3) mengejek; 4) menasehati dan sebagainya. Dengan latar keengganan manusia untuk berterus terang maka lahirlah idiom tersebut (Rachmawati, 2001 : 15).
2.2     Bentuk-bentuk Idiom  
Ada dua macam bentuk idiom, yaitu yang disebut idiom penuh dan idiom sebagian. Yang dimaksud dengan idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Bentuk-bentuk seperti membanting tulang, menjual gigi, dan meja hijau termasuk contoh idiom penuh.
Sedangkan yang dimaksud dengan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya, buku putih yang bermakna ‘buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus’; daftar hitam yang bermakna ‘daftar yang memuat nama-nama orang yang diduga atau dicurigai berbuat kejahatan’; dan koran kuning dengan makna ‘koran yang biasa memuat berita sensasi’. Pada contoh tersebut, kata buku, daftar, dan koran masih memiliki makna leksikalnya.
Selain dibedakan berdasarkan jenisnya, Abdul Chaer (1993:9) dalam kamus idiom bahasa Indonesia menyebutkan bahwa idiom juga dapat dibagi berdasarkan konstruksi pembentuknya. Idiom muncul dalam bentuk kata, frasa, dan dalam bentuk kalimat. Beberapa contoh idiom berdasarkan konstruksi pembentuknya antara lain :
1)      Idiom dalam bentuk kata, contoh :    
a. gula-gula : ‘wanita piaraan’
b. tupai-tupai : ‘pasak pengikat tali pada tiang bendera’
c. menghitamputihkan : ‘sangat berkuasa’.
      2) Idiom dalam bentuk frasa, contoh :
a. meja hijau : ‘pengadilan’
b. tebal muka : ‘tidak tahu malu’.
      3) Idiom dalam bentuk kalimat, contoh :
a. nona makan sirih : ‘nama sejenis tanaman merambat’
b. burung tinggal anak : ‘nama sejenis burung’.
Chaer (1993 :75) mengemukakan bahwa ditinjau dari keeratan unsur-unsurnya dalam makna, idiom dibedakan menjadi dua jenis, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian (semi idiom).
1.    Idiom Penuh
Pada idiom penuh unsur-unsur pembentuknya atau kata-kata yang membentuk idiom tersebut sudah merupakan satu kesatuan makna karena setiap kata sudah kehilangan makna leksikalnya, sehingga makna yang ada adalah makna dari keseluruhan bentuk tersebut. Misalnya idiom duduk perut yang berarti ‘hamil’, dan idiom membanting tulang yang berarti ‘bekerja keras’. Pada dua contoh tersebut dapat kita lihat kata duduk dan perut pada idiom duduk perut telah kehilangan makna leksikalnya. Demikian juga dengan kata membanting dan tulang pada idiom membanting tulang.
2.    Idiom Sebagian
Pada idiom sebagian masih ada unsur kata atau pembentuk idiom tersebut yang masih merujuk ke makna leksikalnya. Misalnya, pada idiom daftar hitam, “daftar yang berisi nama-nama orang yang dicurigai atau yang dianggap bersalah”, Koran kuning “Koran yang seringkali memuat berita-berita sensasi”. Kata daftar dan Koran, pada bentuk idiom tersebut masih memiliki makna leksikal sedangkan yang bermakna idiomatikal hanyalah kata hitam dan kuning.
Pendapat Chaer inilah yang akan dijadikan landasan teori pada penelitian ini, karena dari segi bentuk idiom antara bahasa Indonesia dan bahasa sasak tidak jauh berbeda.
Menurut Soedjito (dalam Susanti, 2001:17) membagi idiom menjadi tujuh kategori, yaitu :
1). Idiom dengan bagian tubuh; yaitu bentuk idiom yang salah satu unsur atau kata pembentuknya memakai kata-kata yang menunjukkan bagian- bagian tubuh seperti kata “hati” pada idiom “hati kecil” dan “besar hati”.
2). Idiom dengan kata indra; yaitu bentuk idiom yang salah satu kata pembentuknya merupakan kata-kata yang dapat dirasakan oleh panca indra, seperti kata “dingin” pada idiom “dingin hati” dan “perang dingin”.
3). Idiom dengan warna; yaitu bentuk idiom yang salah satu unsur pembentuknya memakai kata yang menunjukkan warna, seperti kata “merah” pada idiom merah muka dan merah telinga.
4). Idiom dengan benda-benda alam; yaitu bentuk idiom yang salah satu unsurnya memakai nama benda-benda alam seperti “bumi” pada idiom jadi bumi langit dan dibumihanguskan.
5). Idiom dengan nama binatang; yaitu bentuk idiom yang salah satu unsurnya memakai nama-nama binatang, seperti kata “kambing” pada idiom kambing hitam dan kelas kambing.
6). Idiom dengan bagian tumbuh-tumbuhan; yaitu bentuk idiom yang salah satu unsurnya memakai kata yang menunjukkan bagian-bagian tumbuhan, seperti kata “daun” pada idiom naik daun dan daun muda.
7). Idiom dengan kata bilangan; yaitu bentuk idiom yang salah satu unsurnya memakai kata bilangan seperti berbadan dua dan mendua hati.
C.  Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian ini, yaitu metode introspektif dan metode simak. Menurut Mahsun (2007: 104), metode introspektif, yaitu metode penyediaan (atau pengumpulan) data dengan memanfaatkan intuisi kebahasaan peneliti yang meneliti bahasa yang dikuasainya (bahasa ibunya) untuk menyediakan data yang diperlukan bagi analisis sesuai dengan tujuan penelitiannya. Metode ini sangat relevan digunakan penulis karena penulis merupakan pengguna bahasa Sasak Dialek [a-e] serta lahir dan dibesarkan di wilayah pengguna dialek tersebut.
Metode berikutnya yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak. Sesuai dengan namanya, metode simak merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa, baik penggunaan bahasa secara lisan maupun tertulis (Mahsun, 2007: 92).  Lebih khusus lagi penulis menggunakan metode simak libat cakap dibantu dengan teknik pencatatan. Berdasarkan teknik ini, peneliti terlibat langsung dalam percakapan dengan masyarakat pengguna Dialek [a-e] sekaligus melakukan penyimakan terhadap bahasa yang digunakan penutur. Jadi, ada 3 kegiatan yang sekaligus dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data, yakni berpartisipasi dalam pembicaraan, menyimak pembicaraan, dan mencatat hasil penyimakan tersebut.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode Padan Intralingual dengan Teknik Hubung Banding Menyamakan Hal Pokok (HBSP). Metode Padan Intralingual (PI) adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data-data kebahasaan dengan cara menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda (Mahsun, 2007: 118). Terlebih dahulu data-data bentuk idiom disajikan, selanjutnya data-data tersebut dikelompokkan atau dihubung bandingkan berdasarkan konstruksi pembentuknya (idiom dalam bentuk kata, frasa, kalimat). Kemudian bentuk-bentuk idiom tersebut dianalisis berdasarkan keeratan unsur-unsurnya dalam membentuk makna idiom tersebut sesuai dengan landasan teori yang digunakan (idiom penuh dan idiom sebagian). Selanjutnya, makna  idiom tersebut dibahas secara lebih detail berdasarkan fungsinya dalam tuturan.
Hasil analisis data pada penelitian ini diuraikan dengan metode formal dan informal. Menurut Mahsun (2007: 123), metode informal yakni perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa termasuk penggunaan terminologi yang bersifat teknis. Sementara itu, metode formal adalah metode perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang.
D.  Pembahasan
4.1  Bentuk-bentuk Idiom Bahasa Sasak Dialek [a-e] di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur.
   Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan di wilayah sasaran penelitian dan hasil kerja sama dengan informan, ditemukan bentuk-bentuk idiom seperti yang tertera pada tabel dibawah ini.
4.1.1 Bentuk Idiom Bahasa Sasak Berdasarkan Strukturnya.
No
Bentuk-bentuk Idiom Bahasa sasak dialek [a-e] berdasarkan strukturnya.
Bentuk Idiom berdasarkan keeratan unsur-unsurnya.
Idiom Penuh
Idiom Sebagian
  1.  
-       Idiom Bentuk Kata
1(a). abang-abangan
2(a). polongan
3(a). pasaran
4(a). begigit
5(a). penjauq
6(a). uratan

ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   




  1.  
-       Idiom Bentuk Frasa
1(b). Tindoq Bateq
2(b). Telinge Kete
3(b). wah jaoq
4(b). Otak Udang
5(b). Beleq Otak
6(b). Anak Iyoq
7(b). Lemes Elaq
8(b). Nelen Elor
9(b). Mel Ime
10 (b). bubur peak
11(b). raos bebati
12(b). mandi bebek
13(b). keleang Lombok
14(b). timuq aiq
15(b). awak penyampeq
16(b). aiq mue
17(b). tian karung
18(b). todok ular
19(b). ijo mate
20(b). deang todok
21(b). berat ime
22(b). pe molah
23(b). nangis daraq
24(b). belek baduk
25(b). elak berbise
26(b). lentaq darat
27(b). berat ate
28(b). ampas teu
29(b). daraq daging
30(b). daraq biru
31(b). sede aran
32(b). polak angen
33(b). berat otak
34(b). berat mate
35(b). dongaq langit
36(b). kasar elaq
37(b). keras ate
38(b). ime nae
39(b). kepeng panas
40(b). dengan araq         
41(b). barang bengkokan
42(b). tedoq-tedoq nyelem
43(b). garis idup
44(b). harge mate
45(b). abang mue
46(b). berat setoeq
47(b). kembang dese
48(b). beni-beni kelikit
49(b). kanak rubin
50(b). ilaq-ilaq kelewe
51(b). pasang telinge
52(b). pasek sugi
53(b). setenge due olas
54(b). kedok bute
55(b). kemos bembeq
56(b). bajang lapoq
57(b). konteq elaq
58(b). aiq meneng
59(b). notoq laos
60(b). polak tengaq
61(b). panas telinge
62(b). belo cucuk
63(b). bebalu gantung


ü   
ü   
ü   
ü   

ü   
ü   
ü   
ü   


ü   
ü   
ü   
ü   

ü   


ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   

ü   
ü   




ü   

ü   
ü   




ü   

ü   
ü   


ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   


ü   




ü   




ü   
ü   




ü   

ü   
ü   















ü   


ü   
ü   
ü   
ü   

ü   


ü   
ü   
ü   
ü   

ü   


ü   
ü   






ü   
  1.  
-        Idiom Bentuk Kalimat
1(c). ndarak tolang ime
2(c). anget-anget tain manuk
3(c). alus-alus tain jaran
4(c). bantel tolang ndarak isi
5(c). ndeq maiq idap
6(c). beu besi beu asaq
7(c). begantung leq bulu seurat
8(c). selir bulu awak
9(c). buaq ate kembang jantung
10(c). begalang siq karang
11(c). manuk mate beromboq taroq
12(c). nyiaq aiq leut
13(c). ngeliq kubur mesaq
14(c). ngaken geji bute
15(c). ndeq ne taoq langit bedah
16(c). genggu macan tindoq
17(c). manuk lupaq barane
18(c). beleq urat belong
19(c). ndeq ne pandang bulu
20(c). bulu polak aiq

ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   
ü   

ü   

ü   
ü   
ü   















ü   

ü   



ü   
ü   
Jumlah
89
64
25

Bentuk-bentuk idiom pada tabel di atas dapat diuraikan seperti berikut ini.
            Pada data 1(a) – 6(a) di atas bentuk-bentuk idiom tersebut dikelompokkan ke dalam idiom bentuk kata karena bentuk-bentuk tersebut terbentuk dari satu kata yang mengalami proses morfologis baik itu perulangan, penambahan imbuhan, maupun kedua-keduanya. Seperti, bentuk idiom abang-abangan yang terbentuk dari kata abang ‘merah’ dan mendapat perulangan serta imbuhan –an sehingga makna idiom abang-abangan ‘tersinggung/marah’ yang terbentuk dari kata abang ‘merah’ telah menyimpang dari makna pembentuknya. Bentuk idiom polongan yang terbentuk dari kata polong ‘patah’ dan mendapat imbuhan –an sehingga makna idiom polongan ‘anak/keturunan’ yang terbentuk dari kata polong ‘patah’ telah menyimpang dari makna pembentuknya. Bentuk idiom begigit yang terbentuk dari kata gigit ‘gigit’ dan mendapat imbuhan be- sehingga makna idiom begigit ‘melakukan sesuatu hal dengan sekuat tenaga’ yang terbentuk dari kata gigit ‘gigit’ telah menyimpang dari makna pembentuknya. Bentuk idiom penjauq yang terbentuk dari kata jauq ‘bawa’ dan mendapat imbuhan pen-  sehingga makna idiom penjauq ‘pergaulan/pembawaan’ yang terbentuk dari kata jauq ‘bawa’ telah menyimpang dari makna pembentuknya.
Sedangkan pada data 1(b) –63(b) pada tabel di atas, bentuk-bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam idiom bentuk frasa karena bentuk-bentuk tersebut terdiri dari dua kata yang merupakan konstruksi dari sebuah frasa. Seperti pada bentuk idiom tindoq bateq ‘tidur yang sangat sulit dibangunkan’, bentuk tersebut terdiri dari kata tindoq ‘tidur’ dan bateq ‘parang’, ketika digabungkan bentuk tersebut maknanya menyimpang dari makna pembentuknya. Pada bentuk idiom telinge kete ‘apatis/tidak mau mendengarkan orang lain’, bentuk tersebut terdiri dari kata telinge ‘telinga’ dan kete ‘wajan/penggorengan yang terbuat dari tanah liat’, ketika digabungkan bentuk tersebut maknanya menyimpang dari makna pembentuknya. Pada bentuk idiom otak udang ‘bodoh’, bentuk tersebut terdiri dari kata otak ‘otak/kepala’ dan udang ‘udang/binatang air’, ketika digabungkan bentuk tersebut maknanya menyimpang dari makna pembentuknya. Pada bentuk idiom beleq otak ‘merasa bangga dengan suatu pujian’, bentuk tersebut terdiri dari kata beleq ‘besar’ dan otak ‘otak/kepala’, ketika digabungkan bentuk tersebut maknanya menyimpang dari makna pembentuknya. Pada bentuk idiom nelen elor ‘kecewa’, bentuk tersebut terdiri dari kata nelen ‘menelan’ dan elor ‘air liur’, ketika digabungkan bentuk tersebut maknanya menyimpang dari makna pembentuknya. Begitu juga halnya dengan data-data selanjutnya pada point 2 pada tabel di atas bentuk-bentuk tersebut terdiri dari dua kata yang membentuk idiom tersebut dan ketika digabungkan maknanya telah menyimpang dari makna pembentuknya. Untuk lebih detailnya akan dibahas pada bagian 4.1.2 yaitu Bentuk-bentuk idiom berdasarkan keeratan unsur-unsurnya dalam membentuk makna.
Selanjutnya pada data 1(c)–20(c) pada tabel di atas, bentuk-bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam idiom bentuk kalimat, karena bentuk-bentuk tersebut merupakan konstruksi dari sebuah kalimat yang terdiri dari tiga kata atau lebih, akan tetapi makna idiom yang terbentuk telah menyimpang dari makna pembentuknya. Seperti pada bentuk idiom ndeq araq tolang ime ‘tidak bertenaga/lemah dalam melakukan suatu pekerjaan’, bentuk tersebut terdiri dari kata ndeq ‘tidak’, araq ‘ada’, tolang ‘tulang’ dan ime ‘tangan’ ketika digabungkan, makna pembentuknya telah kehilangan makna leksikalnya dalam membentuk makna idiom tersebut. Pada bentuk idiom anget-anget tain manuk ‘semangat yang menggebu hanya sebentar saja’, bentuk tersebut terdiri dari kata anget ‘hangat’ yang mendapat perulangan, tain ‘tahi’, dan manuk ‘ayam’, ketika digabungkan, makna pembentuknya telah kehilangan makna leksikalnya dalam membentuk makna idiom tersebut. Begitu pula halnya dengan data idiom yang lain pada point 3 pada tabel di atas yang terbentuk dari tiga kata atau lebih, akan tetapi bentuk-bentuk tersebut kehilangan makna leksikalnya dalam mebentuk makna idiom tersebut. Untuk lebih detailnya bentuk-bentuk idiom tersebut akan diuraikan pada point 4.1.2 pada pembahasan di bawah ini.
4.1.2 Bentuk Idiom Bahasa Sasak Berdasarkan Keeratan Unsur-unsurnya dalam Membentuk Makna.
            Bentuk-bentuk idiom pada data diatas dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Untuk lebih jelasnya bentuk-bentuk idiom tersebut dapat dibahas satu persatu berikut ini.
4.1.2.1 Idiom Penuh
Pada data 1(a) di atas bentuk abang-abangan tersebut berasal dari kata abang yang dalam bahasa Indonesia berarti “merah” dan ketika mendapat perulangan dengan imbuhan    –an, idiom abang-abangan bermakna ‘tersinggung/atau marah’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom abang-abangan “tersinggung/marah” tidak merujuk lagi pada makna abang.
Pada data 2(a) di atas bentuk polongan tersebut berasal dari kata polong yang dalam bahasa Indonesia berarti “patah” dan ketika mendapat imbuhan –an, idiom polongan bermakna ‘keturunan/anak’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom polongan “keturunan/anak” tidak merujuk lagi pada makna polong.
Pada data 3(a) di atas bentuk pasaran tersebut berasal dari kata pasar yang dalam bahasa Indonesia berarti “pasar/tempat transaksi jual beli” dan ketika mendapat imbuhan –an, idiom pasaran bermakna harga ‘penjualan yang biasanya’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom pasaran “harga penjualan yang biasanya” tidak merujuk lagi pada makna pasar.
Pada data 2(b) di atas bentuk telinge kete tersebut terdiri dari dua kata yaitu telinge “telinga” dan kete “penggorengan yang terbuat dari tanah”, dan ketika digabungkan membentuk makna idiom yaitu ‘apatis/tidak mau mendengarkan orang lain’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom telinge kete “apatis/tidak mau mendengarkan orang lain” tidak merujuk lagi pada makna telinge dan kete.  
Pada data 3(b) di atas bentuk wah jaoq tersebut terdiri dari dua kata yaitu wah “sudah” dan jaoq “jauh”, dan ketika digabungkan membentuk makna idiom yaitu ‘meninggal’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom wah jaoq “meninggal” tidak merujuk lagi pada makna wah dan jaoq. Akan tetapi bentuk ini bermakna idiom, tergantung penggunaannya di dalam tuturan.
Pada data 4(b) di atas bentuk otak udang tersebut terdiri dari dua kata yaitu otak “otak/kepala” dan udang “udang/salah satu binatang air”, dan ketika digabungkan membentuk makna idiom yaitu ‘bodoh’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom otak udang “bodoh” tidak merujuk lagi pada makna otak dan udang.
 Pada data 2(c) di atas bentuk anget-anget tain manuk terdiri dari kata anget “hangat” yang mendapat perulangan, tain “tahi”, manuk “ayam”, ketika bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk satu kesatuan makna yaitu ‘semangat menggebu yang hanya sebentar saja’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom anget-anget tain manuk “semangat menggebu yang hanya sebentar saja” tidak merujuk lagi pada makna anget, tain, dan manuk.
Pada data 3(c) di atas bentuk alus-alus tain jaran terdiri dari kata alus “halus” yang mendapat perulangan, tain “tahi”, jaran “kuda”, ketika bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk satu kesatuan makna yaitu ‘Sesuatu yang terlihat baik dari luarnya saja’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom alus-alus tain jaran “Sesuatu yang terlihat baik dari luarnya saja” tidak merujuk lagi pada makna alus, tain dan jaran.
Pada data 4(c) di atas bentuk bantel tolang ndeq araq isi terdiri dari kata bantel “membanting”, tolang “tulang”, ndeq “tidak”, araq “ada”,  isi “isi”, ketika bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk satu kesatuan makna yaitu ‘melakukan sesuatu yang melelahkan tetapi tanpa hasil’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom bantel tolang ndeq araq isi “melakukan sesuatu yang melelahkan tetapi tanpa hasil” tidak merujuk lagi pada makna bantel, tolang, ndeq, araq dan isi.
Pada data 6(c) di atas bentuk beu besi beu asaq  terdiri dari kata beu “dapat/bisa”, besi “besi”, beu “dapat/bisa”, asaq “asah”, ketika bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk satu kesatuan makna yaitu ‘saling menguntungkan/saling membantu’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom beu besi beu asaq “saling menguntungkan” tidak merujuk lagi pada makna beu, besi dan asaq.
Begitu juga dengan bentuk-bentuk idiom penuh yang dicentang pada tabel di atas, analisis bentuk-bentuk tersebut diuraikan dari kata-kata pembentuknya terlebih dahulu kemudian diuraikan makna idiom gabungan dari kata pembentuknya tersebut.
  
4.1.2.2  Idiom Sebagian
Pada data 1(b) di atas bentuk tindoq bateq  terdiri dari dua kata yaitu tindoq “tidur” dan bateq “parang”, dan ketika digabungkan membentuk makna idiom yaitu ‘tidur yang sangat sulit dibangunkan’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom sebagian, karena makna idiom tindoq bateq “tidur yang sangat sulit dibangunkan” masih merujuk pada salah satu makna unsur pembentuknya yaitu tindoq “tidur”.
Pada data 6(b) di atas bentuk anak iyoq  terdiri dari dua kata yaitu anak” dan iyoq “memberi makan”, dan ketika digabungkan membentuk makna idiom yaitu ‘anak terlantar’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom sebagian, karena makna idiom anak iyoq “anak terlantar” masih merujuk pada salah satu makna unsur pembentuknya yaitu anak.
Pada data 11(b) di atas bentuk raos bebati  terdiri dari dua kata yaitu raos “omongan/pembicaraan” dan bebati “untung”, dan ketika digabungkan membentuk makna idiom yaitu ‘melebih-lebihkan pembicaraan’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom sebagian, karena makna idiom raos bebati “melebih-lebihkan pembicaraan” masih merujuk pada salah satu makna unsur pembentuknya yaitu raos “pembicaraan”.
 Pada data 12(b) di atas bentuk mendiq bebek  terdiri dari dua kata yaitu mendiq “mandi” dan bebek “bebek/itik”, dan ketika digabungkan membentuk makna idiom yaitu ‘mandi sekedar membasahi kepala’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom sebagian, karena makna idiom mendiq bebek “mandi sekedar membasahi kepala” masih merujuk pada salah satu makna unsur pembentuknya yaitu mendiq “mandi”.
Pada data 1(c) di atas bentuk ndeq araq tolang ime  terdiri dari kata ndeq “tidak”, araq “ada”, tolang “tulang”, ime “tangan”, ketika bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk satu kesatuan makna yaitu ‘tidak ada tenaga’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom sebagian, karena makna idiom ndeq araq tolang ime “tidak ada tenaga” masih merujuk pada makna unsur pembentuknya yaitu ndeq “tidak”, araq “ada”.
Pada data 5(c) di atas bentuk ndeq maiq idap  terdiri dari kata ndeq “tidak”, maiq “enak”, idap “rasa/perasaan”, ketika bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk satu kesatuan makna yaitu ‘sakit/tidak enak badan’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom sebagian, karena makna idiom ndeq maiq idap “sakit/tidak enak badan” masih merujuk pada makna unsur pembentuknya yaitu ndeq “tidak” dan maiq “enak”.
Pada data 13(c) di atas bentuk ngeliq kubur mesaq  terdiri dari kata ngeliq “menggali”, kubur “kubur”, mesaq “sendiri”, ketika bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk satu kesatuan makna yaitu ‘melakukan sesuatu yang merugikan diri sendri’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom sebagian, karena makna idiom ngeliq kubur mesaq “melakukan sesuatu yang merugikan diri sendri” masih merujuk pada salah satu makna unsur pembentuknya yaitu mesaq “sendiri”.
Pada data 15(c) di atas bentuk ndeq ne taoq langit bedah  terdiri dari kata ndeq “tidak”, taoq “tahu”, langit “langit”, bedah “robek”, ketika bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk satu kesatuan makna yaitu ‘tidak tahu apa-apa tentang suatu hal’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom sebagian, karena makna idiom ndeq ne taoq langit bedah “tidak tahu apa-apa tentang suatu hal” masih merujuk pada salah satu makna unsur pembentuknya yaitu ndeq “tidak”.
Pada data yang telah dikumpulkan bentuk idiom sebagian ini tidak ditemukan data yang terbentuk dari satu kata, data idiom sebagian ini ditemukan terbentuk dari dua kata/bentuk frasa atau ada juga yang terbentuk dari beberapa kata/bentuk kalimat seperti yang telah diuraikan sebagian pada bentuk di atas.

4.2      Makna Idiom dalam Tuturan Bahasa Sasak Dialek [a-e] di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur
            Untuk menjawab masalah 2, maka yang akan dibahas pada bagian ini yaitu makna idiom dalam tuturan. Terlebih dahulu contoh tuturan dalam bahasa Sasak disajikan, kemudian diuraikan makna idiom yang terdapat di dalamnya.
1.    Abang-abangan “marah/tersinggung”
Loq adi abang-abangan ye te paran maling
“si adi marah/tersinggung dia di tuduh maling”
Bentuk ini bermakna tersinggung/marah karena suatu perkataan seseorang yang tidak sesuai dengan kenyataan.
2.    Polongan “anak/keturunan”
Sei ngepe polongan siq tele laloq ini
“siapa punya anak yang nakal sekali ini”
Idiom polongan bermakna anak/keturunan dari seseorang dalam sebuah keluarga.
3.    Pasaran “harga biasanya”
Pire pasaran laptop second neke?
“berapa harga biasanya laptop second sekarang?”
Bentuk ini bermakna harga biasa atau harga standar dari suatu barang dalam penjualan .
4.    Tindoq bateq “tidur yang sulit dibangunkan”.
Penindoq ne loq toni tindoq bateq, ngumbe-ngumbe siq te ngurasang ye ndeq ne iniq
“tidurnya si toni tidur yang sulit dibangunkan, bagaimanapun kita membangunkan dia, tidak bisa”.
Bentuk ini bermakna tidur yang sangat sulit dibangunkan karena kelelahan atau mungkin juga karena kebiasaan tidur seperti itu.
5.    Telinge kete “apatis/tidak mau mendengarkan orang lain”.
Lelah te badaq ye kanak telinge kete ini
“lelah kita kasih tahu dia anak yang apatis ini”
Bentuk ini bermaknaa apatis, tidak mau mendengarkan orang lain, hanya mengikuti kehendaknya saja dalam bertindak, sehingga terkesan egois.
6.    Wah jaoq “sudah meninggal”
Badaq loq adi suruq ye uleq, amaq ne wah jaoq bilinang
 “beri tahu si adi suruh dia pulang, bapaknya sudah meninggal”.
Bentuk ini bermakna meninggal dunia atau keadaan seseorang yang telah jauh meninggalkan kehidupan dunia.
7.    Otak udang ‘bodoh’
Sekat tame pelajaran leq kanak otak udang ini
‘sulitnya masuk pelajaran pada anak bodoh ini’
Bentuk ini bermakna bodoh dalam suatu hal/pelajaran atau hal-hal umum yang biasa orang ketahui akan tetapi dia tidak bisa.
8.    Beleq otak ‘bangga’
Beleq otak ne loq hedi te paran gagah
‘bangganya si hedi dikatakan gagah’
Bentuk ini bermakna bangga dalam hal suatu pujian dari seseorang dalam bentuk ucapan akan tingkah lakunya yang bisa dipuji.
9.     Anak iyoq ‘anak terlantar’
Wah laeq ne loq eza lek gubuq ine jeri anak iyoq
‘Sudah dari dulu si eza di kampung ini menjadi anak terlantar’
Bentuk ini bermakna anak terlantar karena seseorang yang tidak tinggal bersama kedua orang tuanya.
10.     Lemes elaq ‘mudah berbicara/mudah mengatakan’
Lemes elaq ne loq ade ino nyuruq loq hendri beliang ye kopi
‘mudah dia berbicara si ade itu menyuruh hendri membelikan dia kopi’
Bentuk ini bermakna mudah berbicara, karena seseorang yang dengan mudahnya mengatakan sesuatu tanpa menghiraukan perasaan orang lain.
11.     Ndeq araq tolang ime ‘tidak punya tenaga’
Ndeq araq tolang ime ne le ayu, ngangkat bate araq 5 ndeq ne beu
‘tidak ada tenaganya si ayu, mengangkat bata hanya 5 saja dia tidak bisa’
Bentuk ini bermakna tidak bertenaga, menyatakan seseorang yang tidak bergairah dalam bekerja, sehingga dikatakan ndeq araq tolang ime ‘tangannnya seperti tidak mempunyai tulang’.
12.     Anget-anget tain manuk ‘semangat yang hanya sebentar saja’
Mbe kanak-kanak siq mele demo ino, anget-anget tain manuk jamaq ye pade
‘mana anak-anak yang mau demo itu, semangat mereka hanya sebentar saja’
Bentuk ini bermakna semangat yang hanya sebentar saja, yaitu untuk menyatakan sikap seseorang yang awalnya bersemangat, akan tetapi ketika suatu hal sudah berjalan semangat mereka mulai pudar.
13.     Alus-alus tain jaran ‘baik kelihatannya saja tetapi sebenarnya buruk’
Onyaq-onyaq leq atas kapal lueq dengan siq alus-alus tain jaran
‘hati-hati di atas kapal banyak orang yang kelihatannya saja baik tetapi sebenarnya busuk’
Bentuk ini bermakna sesuatu yang baik kelihatannya saja tetapi sebenarnya dalamnya buruk, yaitu sesuatu yang tampak baik dari luarnya saja, akan tetapi sebenarnya buruk, sehingga diumpamakan seperti tahi kuda yang ketika idiom keluar mash dalam bentuk bongkahan yang halus, padahal itu adalah sesuatu yang buruk dan bau.
14.     Bantel tolang ndeq araq isi ‘pekerjaan yang melelahkan saja tetapi tidak ada hasilnya’
Bagus-bagus siq gaweang dengan proyek ini, ndaq ne sampe bantel ndeq araq isi
‘bagus-bagus lah kerjakan proyek ini, jangan sampai kita melakukan pekerjaan yang melelahkan saja tetapi tidak ada hasilnya’
Bentuk ini bermakna melakukan sesuatu yang melelahkan akan tetapi tanpa hasil, diumpamakan seperti orang yang membanting-banting tulang untuk mendapatkan sum-sum isinya, akan tetapi tidak ada isinya.
15.     Ndeq maiq idap ‘sakit/kurang enak badan’
Amangku ndeq ne mauq milu lalo, ye ndeq maiq idap ongkatne
‘ bapak saya tidak dapat ikut pergi, dia sakit/kurang enak badan katanya’
Bentuk ini bermakna sakit, yaitu kondisi seseorang yang kurang baik, sehingga dikatakan tidak enak perasaannya.
16.     Beu besi beu asaq ‘saling menguntungkan/saling membantu’
Mun te bebaturan ino harus te meuq beu besi beu asaq
‘kalau kita berteman itu harus dapat saling menguntungkan/saling membantu’
Bentuk ini bermakna saling menguntungkan, seperti halnya seorang yang mengasah pisau, pisaunya tajam, asahnya juga semakin halus.
17.     Begantung leq bulu Seurat ‘mengharapkan bantuan dari seseorang yang tidak akan didapatkan’
Ngendeng tulung lek iye pade kenane begantung leq bulu Seurat
‘meminta tolong pada dia sama artinya mengharapkan bantuan dari seseorang yang tidak akan didapatkan’
Bentuk ini bermakna mengharapkan bantuan yang tidak akan didapatkan, yaitu seorang yang terlalu berharap pada orang lain padahal orang tersebut tidak akan mau membantu, sehingga diumpamakan seperti bergantung pada Seurat bulu, yang tak kan mungkin mampu dilakukan.

4.3      Fungsi Idiom dalam Bahasa Sasak Dialek [a-e] di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur.
Idiom  dalam  bahasa Sasak  masyarakat Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur pada  umumnya  berfungsi  untuk  menyindir,  selain  itu  berfungsi  untuk mengungkapkan  rasa  sedih,  mengungkapkan  rasa  gembira  atau  mengungkapkan  rasa  sayang, mengungkapkan rasa marah dan memuji.
1.    Abang-abangan “marah/tersinggung”
Bentuk ini berfungsi untuk mengungkapkan ekspresi kemarahan seseorang kepada lawan bicaranya.
2.    Polongan “anak/keturunan”
Bentuk ini berfungsi untuk mengungkapkan kekesalan atas seseorang, biasanya berfungsi pada anak-anak.
3.    Pasaran “harga biasanya”
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk tawar-menawar atau transaksi dalam hal jual beli atau bisnis.
4.    Begigit “sekuat tenaga”
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk mengungkapkan perasaan lelah karena usahanya tidak berhasil.
5.    Telinge kete “apatis/tidak mau mendengarkan orang lain”.
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk mengungkapkan rasa tidak senang/kekesalan kepada seseorang karena tingkah lakunya yang kurang menyenangkan.
6.    Wah jaoq “sudah meninggal”
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk mengungkapkan perasaan sedih untuk memperhalus pengungkapan.
7.    Otak udang ‘bodoh’
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk mengejek seseorang karena kemalasannya dalam hal belajar.
8.    Beleq otak ‘bangga’
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk mengungkapkan ejekan atau mengolok-olok seseorang atas perkataan orang lain terhadapnya.
9.    Anak iyoq ‘anak terlantar’
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk mengungkapkan keprihatinan kepada seseorang akan nasib hidupnya yang tidak beruntung.
10.     Lemes elaq ‘mudah berbicara/mudah mengatakan’
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk mengejek seseorang karena sikap ketidak sopanan atau tidak menghormati orang lain dalam berbicara.
11.     Ngeliq kubur mesaq ‘melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri’
Bentuk ini berfungsi untuk menyatakan ejekan kepada seseorang yang melakukan pekerjaan yang tidak seharusnya dia lakukan dan akan merugikan dirinya sendiri, sehingga diumpamakan seperti orang yang yang menggali kuburnya sendiri.
12.     Ngaken geji bute ‘memakan gaji buta/mengambil hasil yang tidak sesuai dengan kinerjanya’
Bentuk ini diguanakan untuk menyatakan ejekan serta perasaan kesal bercampur marah karena pekerjaan seseorang yang tidak sesuai dengan gaji besar yang sudah diterima, biasanya berfungsi untuk mengejek pegawai-pegawai suatu instansi yang sering malas.
13.     Ndeq ne taoq langit bedah ‘tidak tahu apa-apa tentang suatu hal’
Bentuk ini berfungsi untuk mengejek seseorang yang terlibat dalam suatu hal padahal dia tidak tahu apa-apa tentang hal tersebut.
14.     Manuk lupaq barane ‘orang yang melupakan asal usul dimana dia berasal’
Bentuk ini berfungsi untuk menasihati, bisa juga untuk mengejek seseorang yang melupakan masa lalunya dari mana dia berasal, dan ketika sudah menjadi orang sukses dia menjadi lupa daratan atau sombong. Dalam bahasa Indonesia bentuk ini sama dengan bentuk kacang lupa kulitnya.
15.     Beleq urat belong ‘orang keras dalam berbicara’
Bentuk ini berfungsi untuk menyatakan ejekan kepada seseorang yang selalu keras ke dalam nada bicaranya sehingga terkesan marah dan berapi-api dalam berbicara.

4.5    Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Bahasa 
Salah satu tujuan pembelajaran bahasa yaitu untuk meningkatkan keterampilan yang meliputi aspek berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis. Salah satu implikasi dari penelitian tentang idiom bahasa Sasak ini terhadap pembelajaran yaitu pada mata pelajaran Reramputan Bahasa Sasak untuk kelas 4, 5, dan 6 dengan Standar Kompetensi yaitu memahami bentuk Sesenggak dan Peribahasa dalam bahasa sasak, Kompetensi Dasar, menulis Sesenggak dengan menggunakan pilihan kata yang tepat.
Adapun hubungan antara bentuk, makna dan fungsi idiom dalam bahasa Sasak ini dengan pembelajaran bahasa Sasak di sekolah yaitu siswa dapat memahami bentuk-bentuk, makna, serta fungsi idiom dalam bahasa Sasak dan dapat diaplikasikan dalam pembelajaran,  baik itu dalam aspek menulis seperti dalam menulis pantun atau sesenggak dalam bahasa Sasak, dalam aspek berbicara yaitu menggunakan pilihan kata yang tepat dalam menceritakan pengalaman, dalam aspek membaca yaitu siswa dapat memahami karya sastra dalam bahasa Sasak yang banyak menggunakan bentuk-bentuk idiom sebagai pilihan kata dalam gaya bercerita pengarangnya. Di samping itu juga sebagai bentuk pewarisan kebudayaan kepada generasi muda khususnya siswa-siswa sekolah dasar supaya lebih memahami bentuk-bentuk idiom bahasa Sasak sebagai salah satu keragaman budaya yang kita miliki.
E.  Simpulan dan Saran
5.1      Simpulan
            Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan 89 bentuk idiom yang terbagi dalam tiga bentuk konstruksi yaitu 6 idiom dalam bentuk kata, baik itu konstruksi kata yang mendapat perulangan serta imbuhan dan konstruksi kata dengan imbuhan saja, selanjutnya 63 idiom dalam bentuk frasa, dan 20 idiom dalam bentuk kalimat. Selain dikelompokkan berdasarkan konstruksi pembentuknya data –data idiom tersebut juga dikelompokkan berdasarkan keeratan unsur-unsurnya dalam membentuk makna idiom, yaitu 64 bentuk idiom penuh dan 25 bentuk idiom sebagian.
            Bentuk-bentuk idiom yang paling banyak digunakan yaitu idiom penuh dengan makna yang lebih tersembunyi atau hilang dari makna pembentuknya sehingga dalam penggunaannya pembicara lebih mudah untuk menyampaikan maksud tertentu secara tidak langsung agar pendengar tidak merasa tersinggung atau untuk memperhalus makna dalam menyampaikan sesuatu. Adapun fungsi dari idiom dalam bahasa Sasak yang paling sering digunakan yaitu fungsi untuk mengejek, mengungkapkan rasa kecewa, mengungkapkan rasa kesal, mengungkapkan rasa bahagia, serta untuk memuji. Selain itu penelitian tentang idiom ini mempunyai implikasi dalam pemebelajaran Reramputan Pelajaran Bahasa Sasak di kelas 4, 5, 6 agar siswa memahami bentuk-bentuk idiom bahasa sasak sebagai salah satu bentuk pelestarian kebudayaan daerah kita.
5.2      Saran
            Penelitian tentang bahasa sasak menarik untuk lebih diperbanyak lagi dengan berbagai aspek yang lainnya, adapun penelitian tentang idiom ini yang pertama kali dilakukan sehingga dengan penelitian yang selanjutnya lebih banyak lagi bentuk idiom yang ditemukan dan bisa digunakan sebagai data untuk penyusunan kamus idiom bahasa Sasak supaya generasi muda yang belum memahami tentang bentuk idiom bahasa Sasak dapat menemukan maknanya di dala kamus idiom bahasa Sasak. Selain itu penelitian tentang bahasa Sasak pada aspek-aspek yang lainnya juga perlu dilakukan sebagai bentuk pelestarian bahasa daerah yang merupakan keragaman budaya kita.

F.   Daftar Pustaka
Al- Wasilah, Chaedar. 1993. Linguistik Suatu Pengantar .Bandung : Angkasa.
Alawi, M. Fahrudin. 2012. ‘Morfem Unik Bahasa Sasak Dialek [e-e] Di Desa Leming Kecamatan Terara Kabupaten Lombok Timur’. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.
Badudu, J.S. 1994. Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia . Bandung : Pustaka Prima.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia .Jakarta : Rineka Cipta.
Djajasudarma, Fatimah. 1999. Semantik 1 : Pengantar Ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Refika.
Keraf, Gorys .2002. Diksi dan Gaya Bahasa .Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.
Khak, Muh. Abdul . 2006. Idiom dalam Bahasa Indonesia : Struktur Dan Makna . Jurnal Bahasa dan Sastra Balai Bahasa Bandung.
Kridalaksana, Harimurti .2005. Kamus Linguistik .Jakarta : Gramedia.
Luthfiana, Desi .2011. ‘Satuan Morfemis {-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} Sebagai Pronomina Persona Dalam Bahasa Sasak Dialek [a-e] Di Kota Praya Kabupaten Lombok Tengah’. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
_______. 2006. Kajian Dialektologi Diakronis Bahasa Sasak di Pulau Lombok. Yogyakarta: Gama Media.
Soedjito. 1990. Kosa Kata Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia.
Sumanti, Pepi .2012. ‘Idiom Bahasa Mandailing Di Kenagarian Simpang Tonang Kecamatan Dua Koto Kabupaten Pasaman’. Skripsi Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Padang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jalan Sunyi Si Pendidik

sumber :digaleri.com Baim Lc*  Dia tertegun, matanya tertuju pada amplop yang dibagikan oleh pihak komite tadi pagi. Nominal ya...