Alun-alun Magelang |
Setiap
kali mengikuti kuliah poskolonialisme tak lupa joke yang diselipkan salah
satunya yaitu tentang perang singkat yang berlangsung hanya 5 menit. Ya, perang
Diponegoro yang terjadi di Magelang dengan durasi 1825 sampai 1830 berlangsung
setelah azan magrib. Begitulah dosennya menggunakan analogi kelucuannya tentang
kolonialisme yang pernah menancapkan kuasanya di tanah air. Berbeda halnya
dengan perang dunia I, dibuatkan joke juga, dengan durasi 1914 sampai 1918
berlangsung setelah isya. Kedua-duanya diparodikan seperti halnya waktu shalat
fardhu.
Begitu
juga dengan napak tilas perjuangan seorang jenderal besar, yang menolak untuk
bernegosiasi dengan penjajah terkait kemerdekaan yang telah diproklamirkan,
Soedirman lebih memilih untuk bergerilya dengan mengungsi ke Magelang dan
merongrong kekuasaan penjajah yang masih ingin menancapkan kuasanya di tanah
air. Magelang menyimpan banyak sejarah tentang perjuangan para pahlawan yang
dengan gigih, kukuh, teguh pendiriannya demi bangsa yang telah diproklamirkan
merdeka. Magelang, salah satu tempat (yang katanya) warisan dunia terdapat di
sana, yaitu Borobudur, yang belakangan salah seorang matematikawan Indonesia
mengungkap borobudur versi Al Qur'an dengan mengutip banyak ayat dari surat
Saba', bahwa Borobudur adalah warisan dari Nabi Sulaiman yang terbangun atas
bantuan bala tentaranya dari kalangan bangsa Jin.
Lalu,
entah apa yang memberanikan diri untuk berucap cinta pada Magelang, sementara
berkunjung saja hanya sekali, itu pun sebatas ke Borobudur. Berawal dari
pertemuan dengan salah seorang pribumi-nya yang merupakan pembelajar yang
tekun, dan sedang menjalani pelatihan di salah satu kampus di Yogyakarta, dia
pun memperkenalkan diri berasal dari Magelang dan alumni salah satu kampus
terbesar di Yogyakarta. Dia juga seorang penerima beasiswa untuk magister.
Pertemuan antara sesama peserta pelatihan awalnya tidak ada kedekatan sama
sekali, lalu bermula ketika melalui salah seorang kawan yang dia ajak main
bulutangkis, saya pun diajak lagi oleh kawan tersebut, sebab dia yang punya
jadwal lapangan di kampus-nya dahulu, dan akan menjadi kampusnya ketika studi
magister.
Tak
banyak yang diceritakan tentang Magelang, namun yang sedikit itu justru
menunjukkan ke-eksotisan Magelang dengan suasana alam yang masih alami, dekat
dengan gunung yang dinamakan Merbabu, Andong, tempat para pendaki, pecinta alam
memuaskan hasratnya untuk menikmati alam yang dihamparkan Tuhan, dan salah
satunya terletak di dekat Magelang. Ke-eksotisan tentang sawah, dan suasana
pedesaan yang masih asri, dengan penduduk yang seperti dirinya, karakter
lembut, halus dalam bertutur kata dan menjaga kesopanan dalam tingkahnya.
Pribadi sholehah itu pun mulai bisa ter-dekati, meski melalui pesan-pesan
(WhatsApp) yang dia kirimkan, dan mulailah terjadi Chating berkelanjutan
dengannya.
Bantul |
Pribadi
sholehah, pribumi Magelang itu pun merupakan seorang yang mudah bergaul,
penurut, mudah untuk diajak, lebih-lebih ketika dimintai pertolongan.
Kebaikan-kebaikannya seolah legitimasi yang saya sematkan untuknya, tentang
karakter perempuan jawa yang lembut, senantiasa menjaga kesopanan, tak
terkecuali anggunnya. Dia yang sederhana dalam keseharian, tidak banyak
tingkah, dan sedikit makin dekat melalui chating dengannya, membuahkan kagum
padanya. Seorang asisten Lab yang sudah banyak diminta bantuannya untuk
analisis pengujian-pengujian, baik dari mahasiswa S2, S3 atau dosennya sendiri.
Pribadi jenius, tekun, dan siap sedia membantu orang lain merupakan modal
kebaikan yang senantiasa dia jaga.
Lalu
terbangunlah sebuah empati ketika membaca catatan perjuangannya sampai saat ini
bisa menyelesaikan studi S1 melalui Beasiswa Bidik Misi, dan akan melanjutkan
ke magister. Mengharukan, sekaligus berbangga hati bisa mengenal pejuang
tangguh, jenius, nan lembut pada dirinya. Bermula dari cita-citanya menjadi
seorang perawat, justru membawanya menjadi asisten lab di kampusnya dengan
jurusan yang berbeda. Namun karakter pembelajarnya sangat menunjukkan jika ia
seorang yang selalu butuh ilmu. Senang dengan penjelasan orang lain akan
sesuatu yang belum dia ketahui, dan itu sebagai bentuk respect juga terhadap
orang lain yang menjelaskan kepadanya.
Gadis
Magelang nan lugu, cantik, anggun, senantiasa memberikan perhatian kepada
sahabat sebagai bentuk kedekatan jalinan silaturahmi darinya. Belakangan mulai
menunjukkan kekhawatiran, ketakutan jika saja silaturahmi dengannya terputus.
Bahkan ungkapan basa-basinya melalui chat pun menunjukkan butuhnya untuk tetap
menjalin kedekatan, supaya bisa saling menasihati, saling support, lebih-lebih
saling membantu dalam hal kebaikan bersama. Tak jarang beberapa kali
mengajaknya untuk keluar, semata agar bisa mengenal pribadi anggun tersebut
lebih jauh.
Seperti
beberapa waktu lalu, setiap kali mengajaknya keluar selalu menyempatkan untuk
mengajaknya shalat ketika waktu shalat sudah masuk, dan dia pasti menuruti,
supaya lebih nyaman untuk mengobrol lama. Dan beberapa waktu lalu ketika
mengajaknya menghadiri acara festival budaya, lalu magrib menjelang, dengan dia
sebagai penutur bahasa Jawa, saya minta untuk menanyakan letak Masjid ke salah
seorang warga yang beerjualan di sekitar arena festival. Usai shalat magrib dan
bersiap untuk beranjak balik, tiba-tiba hujan deras mengguyur, dan tetaplah
kami di dalam masjid. Dia yang berada di area jamaah perempuan sembari menunggu
hujan reda, menyempatkan diri terpekur dengan bacaan Al Qur'annya. Wajah teduh,
mungil, sesekali saya lirik dan semakin membangkitkan kekaguman atas dirinya
yang sederhana, dan penuh perjuangan dalam lika-liku hidupnya.
Pantai Paris |
Beruntungnya
sang gadis dengan keanggunan dalam diri, telah mendapatkan keteguhan dalam hati
dan tetap setia atas pilihannya, meski kedekatannya dengan yang lain seolah
membuka ruang untuk dimasuki dalam ranah hati.
Dan keteguhan yang dia pegang tidak serta merta membuatnya kaku untuk
bergaul dengan banyak orang, sebab dia meyakinkan diri, dan pilihannya untuk
senantiasa meneguhkan hati pula.
Setiap
dia berbicara tentang Magelang, tentang kampung halaman yang bertekad untuk
dibangun, dan memberikan kemanfaatan untuk sesama, bukan hanya kepintaran dan
ilmu untuknya sendiri. Tetapi semangatnya untuk membangun daerah seharusnya
tertular juga kepada yang lain. Jangan sampai menuntut ilmu setinggi-tingginya
hanya untuk meraih gelar agar disegani, dihormati. Tetapi bagaimana semestinya
ilmu yang dia dapatkan untuk ditularkan ke orang lain sebagi amal jariah yang
tak terputus sampai hari akhir. Dan dia lebih memahami itu sebagai cara hidup
yang sebenarnya harus dilalui.
Kini tak
ada keraguan akan dirinya, menatap masa depan yang telah dia mulai untuk
diraih, sementara perhatiannya kepada sahabat tak lupa dia haturkan juga.
Pribadi sederhana nan anggun itu kini semakin berkilau, siap untuk terjun
dengan semangat sosial yang telah terbangun dalam diri. Bahwa daerah dan
Indonesia membutuhkan pribadi-pribadi tangguh dan siap mengabdi seperti
dirinya. Suatu kebanggaan ketika dirinya semakin dekat dikenali, semakin
menumbuhkan semangat dalam lingkaran kebaikan yang tertular darinya.
Mungkin
ini terlalu berlebihan, dianggap sebagai pujian yang melenakan, namun di balik
itu semua adalah sebuah suggesti untuk diri semakin berbenah. Dari tulisan
untuk sebuah pujian, menjadi kuasa untuk terwujudnya sikap yang diharapkan. Dan
tetaplah dalam kesederhanaan, berbingkai malu terlukis anggunnya sifatmu. (Baim Lc, 10/09/16)