Minggu, 11 September 2016

Magelang I'm In Love


Alun-alun Magelang


Setiap kali mengikuti kuliah poskolonialisme tak lupa joke yang diselipkan salah satunya yaitu tentang perang singkat yang berlangsung hanya 5 menit. Ya, perang Diponegoro yang terjadi di Magelang dengan durasi 1825 sampai 1830 berlangsung setelah azan magrib. Begitulah dosennya menggunakan analogi kelucuannya tentang kolonialisme yang pernah menancapkan kuasanya di tanah air. Berbeda halnya dengan perang dunia I, dibuatkan joke juga, dengan durasi 1914 sampai 1918 berlangsung setelah isya. Kedua-duanya diparodikan seperti halnya waktu shalat fardhu.
Begitu juga dengan napak tilas perjuangan seorang jenderal besar, yang menolak untuk bernegosiasi dengan penjajah terkait kemerdekaan yang telah diproklamirkan, Soedirman lebih memilih untuk bergerilya dengan mengungsi ke Magelang dan merongrong kekuasaan penjajah yang masih ingin menancapkan kuasanya di tanah air. Magelang menyimpan banyak sejarah tentang perjuangan para pahlawan yang dengan gigih, kukuh, teguh pendiriannya demi bangsa yang telah diproklamirkan merdeka. Magelang, salah satu tempat (yang katanya) warisan dunia terdapat di sana, yaitu Borobudur, yang belakangan salah seorang matematikawan Indonesia mengungkap borobudur versi Al Qur'an dengan mengutip banyak ayat dari surat Saba', bahwa Borobudur adalah warisan dari Nabi Sulaiman yang terbangun atas bantuan bala tentaranya dari kalangan bangsa Jin.
Lalu, entah apa yang memberanikan diri untuk berucap cinta pada Magelang, sementara berkunjung saja hanya sekali, itu pun sebatas ke Borobudur. Berawal dari pertemuan dengan salah seorang pribumi-nya yang merupakan pembelajar yang tekun, dan sedang menjalani pelatihan di salah satu kampus di Yogyakarta, dia pun memperkenalkan diri berasal dari Magelang dan alumni salah satu kampus terbesar di Yogyakarta. Dia juga seorang penerima beasiswa untuk magister. Pertemuan antara sesama peserta pelatihan awalnya tidak ada kedekatan sama sekali, lalu bermula ketika melalui salah seorang kawan yang dia ajak main bulutangkis, saya pun diajak lagi oleh kawan tersebut, sebab dia yang punya jadwal lapangan di kampus-nya dahulu, dan akan menjadi kampusnya ketika studi magister.
Tak banyak yang diceritakan tentang Magelang, namun yang sedikit itu justru menunjukkan ke-eksotisan Magelang dengan suasana alam yang masih alami, dekat dengan gunung yang dinamakan Merbabu, Andong, tempat para pendaki, pecinta alam memuaskan hasratnya untuk menikmati alam yang dihamparkan Tuhan, dan salah satunya terletak di dekat Magelang. Ke-eksotisan tentang sawah, dan suasana pedesaan yang masih asri, dengan penduduk yang seperti dirinya, karakter lembut, halus dalam bertutur kata dan menjaga kesopanan dalam tingkahnya. Pribadi sholehah itu pun mulai bisa ter-dekati, meski melalui pesan-pesan (WhatsApp) yang dia kirimkan, dan mulailah terjadi Chating berkelanjutan dengannya.
Bantul

Pribadi sholehah, pribumi Magelang itu pun merupakan seorang yang mudah bergaul, penurut, mudah untuk diajak, lebih-lebih ketika dimintai pertolongan. Kebaikan-kebaikannya seolah legitimasi yang saya sematkan untuknya, tentang karakter perempuan jawa yang lembut, senantiasa menjaga kesopanan, tak terkecuali anggunnya. Dia yang sederhana dalam keseharian, tidak banyak tingkah, dan sedikit makin dekat melalui chating dengannya, membuahkan kagum padanya. Seorang asisten Lab yang sudah banyak diminta bantuannya untuk analisis pengujian-pengujian, baik dari mahasiswa S2, S3 atau dosennya sendiri. Pribadi jenius, tekun, dan siap sedia membantu orang lain merupakan modal kebaikan yang senantiasa dia jaga.
Lalu terbangunlah sebuah empati ketika membaca catatan perjuangannya sampai saat ini bisa menyelesaikan studi S1 melalui Beasiswa Bidik Misi, dan akan melanjutkan ke magister. Mengharukan, sekaligus berbangga hati bisa mengenal pejuang tangguh, jenius, nan lembut pada dirinya. Bermula dari cita-citanya menjadi seorang perawat, justru membawanya menjadi asisten lab di kampusnya dengan jurusan yang berbeda. Namun karakter pembelajarnya sangat menunjukkan jika ia seorang yang selalu butuh ilmu. Senang dengan penjelasan orang lain akan sesuatu yang belum dia ketahui, dan itu sebagai bentuk respect juga terhadap orang lain yang menjelaskan kepadanya.
Gadis Magelang nan lugu, cantik, anggun, senantiasa memberikan perhatian kepada sahabat sebagai bentuk kedekatan jalinan silaturahmi darinya. Belakangan mulai menunjukkan kekhawatiran, ketakutan jika saja silaturahmi dengannya terputus. Bahkan ungkapan basa-basinya melalui chat pun menunjukkan butuhnya untuk tetap menjalin kedekatan, supaya bisa saling menasihati, saling support, lebih-lebih saling membantu dalam hal kebaikan bersama. Tak jarang beberapa kali mengajaknya untuk keluar, semata agar bisa mengenal pribadi anggun tersebut lebih jauh.
Seperti beberapa waktu lalu, setiap kali mengajaknya keluar selalu menyempatkan untuk mengajaknya shalat ketika waktu shalat sudah masuk, dan dia pasti menuruti, supaya lebih nyaman untuk mengobrol lama. Dan beberapa waktu lalu ketika mengajaknya menghadiri acara festival budaya, lalu magrib menjelang, dengan dia sebagai penutur bahasa Jawa, saya minta untuk menanyakan letak Masjid ke salah seorang warga yang beerjualan di sekitar arena festival. Usai shalat magrib dan bersiap untuk beranjak balik, tiba-tiba hujan deras mengguyur, dan tetaplah kami di dalam masjid. Dia yang berada di area jamaah perempuan sembari menunggu hujan reda, menyempatkan diri terpekur dengan bacaan Al Qur'annya. Wajah teduh, mungil, sesekali saya lirik dan semakin membangkitkan kekaguman atas dirinya yang sederhana, dan penuh perjuangan dalam lika-liku hidupnya.
Pantai Paris

Beruntungnya sang gadis dengan keanggunan dalam diri, telah mendapatkan keteguhan dalam hati dan tetap setia atas pilihannya, meski kedekatannya dengan yang lain seolah membuka ruang untuk dimasuki dalam ranah hati.  Dan keteguhan yang dia pegang tidak serta merta membuatnya kaku untuk bergaul dengan banyak orang, sebab dia meyakinkan diri, dan pilihannya untuk senantiasa meneguhkan hati pula.
Setiap dia berbicara tentang Magelang, tentang kampung halaman yang bertekad untuk dibangun, dan memberikan kemanfaatan untuk sesama, bukan hanya kepintaran dan ilmu untuknya sendiri. Tetapi semangatnya untuk membangun daerah seharusnya tertular juga kepada yang lain. Jangan sampai menuntut ilmu setinggi-tingginya hanya untuk meraih gelar agar disegani, dihormati. Tetapi bagaimana semestinya ilmu yang dia dapatkan untuk ditularkan ke orang lain sebagi amal jariah yang tak terputus sampai hari akhir. Dan dia lebih memahami itu sebagai cara hidup yang sebenarnya harus dilalui.
Kini tak ada keraguan akan dirinya, menatap masa depan yang telah dia mulai untuk diraih, sementara perhatiannya kepada sahabat tak lupa dia haturkan juga. Pribadi sederhana nan anggun itu kini semakin berkilau, siap untuk terjun dengan semangat sosial yang telah terbangun dalam diri. Bahwa daerah dan Indonesia membutuhkan pribadi-pribadi tangguh dan siap mengabdi seperti dirinya. Suatu kebanggaan ketika dirinya semakin dekat dikenali, semakin menumbuhkan semangat dalam lingkaran kebaikan yang tertular darinya.
Mungkin ini terlalu berlebihan, dianggap sebagai pujian yang melenakan, namun di balik itu semua adalah sebuah suggesti untuk diri semakin berbenah. Dari tulisan untuk sebuah pujian, menjadi kuasa untuk terwujudnya sikap yang diharapkan. Dan tetaplah dalam kesederhanaan, berbingkai malu terlukis anggunnya sifatmu. (Baim Lc, 10/09/16)

Jalan Sunyi Si Pendidik

sumber :digaleri.com Baim Lc*  Dia tertegun, matanya tertuju pada amplop yang dibagikan oleh pihak komite tadi pagi. Nominal ya...