Beberapa hari lalu di salah satu TPQ di kampung, kami mengadakan
evaluasi tahfidz untuk Juzz 1 yang diikuti oleh santri yang telah lancar
membaca Al qur'an. Tenggang waktu para santri menghafal selama satu
minggu, dengan setiap harinya adalah 5 ayat, waktu evaluasinya kami
adakan setiap malam ahad ba'da magrib. Pada minggu ini kami memberikan
tugas untuk menghafal sampai ayat 30 pada juzz 1. Sempat terjadi tawar
menawar jumlah ayat yang akan dihafalkan, namun kami tetapkan saja
minimal sampai ayat 30, boleh lebih. Protes dari para santri tak membuat
kami surut untuk memfokuskan mereka menghafal.
Evaluasi malam
itu kami mulai dengan sama-sama mengulang dari awal sampai ayat 30,
sementara mereka mengulang saya menyiapkan papan dan menulis keterangan
proses penilaian yang akan kami lakukan, yang terdiri dari nama, jumlah
ayat, 2 pertanyaan jika tidak dapat menghafal sampai ayat 30, kesalahan
dalam hafalan, dan terakhir nilai dalam bentuk huruf. Santri pertama
yang menghafal tak sampai ayat 10 sudah kebingungan lanjutan ayatnya
walaupun saya bacakan ayat awalnya, pertanyaan pun tidak ada yang dapat
dilanjutkan, penilaian tidak saya tuliskan. lalu dilanjutkan dengan
santri ke-2 hanya hafal sampai ayat ke-14, pertanyaan hanya 1 dapat
dilanjutkan dari ayat yang saya bacakan, nilainya pun saya tulis C.
Dari total 10 santri yang hadir untuk setor hafalan pada malam itu, ada
3 orang yang dapat menghafalkan sampai ayat 30. santriwati yang masih
duduk di bangku kelas 1 MTs. tsb lancar sampai ayat 14, lalu saya bacakn
satu kata awalnya dan dilanjutkan dengan lancar pula, namun kesalahan
kata pada lanjutan ayat tetap saya hitung sebagai sebuah kesalahan.
meskipun dia hafal sampai ayat 30 namun total kesalahan pada bacaannya
yaitu 6 point, saya pun memuji dan memberikan semangat atas komitmennya
menghafal, nilai saya tuliskan B+. selanjutnya yang hafal sampai ayat 30
ada santriwan yg duduk di bangku kelas 2 MTs., hafalannya pun tidak
jauh beda dengan yang tadi, namun total kesalahan bacaannya 13 point,
nilai saya tuliskan C+. Santriwati selanjutnya yang hafal sampai ayat 30
total kesalahannya 9 point, nilai yang saya berikan B.
Karena
waktu yang kami targetkan sampai adzan isya berkumandang, dan azan isya
telah lama dikumandangkan, bahkan jamaah di masjid hampir selesai,
akhirnya saya putuskan 4 santri yang tersisa untuk mengahafal sampai
ayat 15 dan dilanjutkan degan 4 pertanyaan untuk melanjutkan ayat. Pada
proses menghafal dengan melanjutkan ayat ini ada 2 santri yang ketika
saya tanyakan apakah hafalan mereka sudah sampai ayat 30, mereka
menjawab Insyaallah, pada kolom jumlah ayat tsb saya tambahkan huruf I
yang berarti insyaallah. Pertanyaan pun dilanjutkan, santriwati pertama
pada proses kedua ini mampu melanjutkan ayat dari 4 pertanyaan yang saya
ajukan, namun kesalahan pada bacaan ada 3 point, nilai saya tuliskan A.
Santriwati selanjutnya pada proses kedua ini pun tak jauh beda,
kesalahan bacaannya ada 4 point, nilai saya tuliskan A juga.
Melihat dua santri dengan proses berbeda dari cara evaluasi mereka, 3
santri yang mendapat B+, C+ dan B tadi langsung saja mengajukan protes
tentang sistem penilaian yang saya berikan, Namun karena masih ada 2
santri yang belum mendapat giliran, proses setor hafalan saya lanjutkan,
dan coba menenangkan protes mereka, dan 2 santri terakhir tsb ternyata
tidak hafal sampai ayat 30 walaupun sudah saya bacakan awalnya, nilai
mereka saya tulis c. Setelah semua santri selesai evaluasi hafalan,
santri yang tadi kembali mengajukan protes tentang sistem penilaian,
mereka beralasan proses hafalan dengan sistem pertanyaan tadi dirasa
tidak fair sedangkan mereka telah capek-capek menghafal dari awal,
nilaipun lebih banyak didapatkan mereka yang menggunakan pertanyaan.
Dalam hati saya juga merasa seperti itu, apakah saya cukup adil dalam
menilai.
Alasan pertama saya kemukakan tentang perbedaan nilai
tersebut karena frekuensi kesalahan bacaan mereka yang menjadi patokan
saya untuk mengakumulasi nilai akhir mereka, lalu alasan masalah jumlah
ayat yang mereka hafal antara yang menghafal dari ayat 1-30 dengan
mereka yang menghafal sampai ayat 15 tapi ditambah empat pertanyaan
untuk melanjutkan ayat, pada pertanyaan tersebut ayat yang saya minta
untuk dilanjutkan bacaannya yaitu melebihi ayat 30 yang ditargetkan dan
mereka mampu melanjutkannya, maka saya menyimpulkan mereka hafal sampai
ayat 30. Namun Alasan tersebut tampaknya belum cukup memuaskan terkait
perbedaan nilai antara mereka yang mendapat nilai B+ melaui proses
menghafal dari ayat 1-30, dengan mereka yang menghafal sampai ayat 15.
Saya lanjutkan memberikan support bahwa yang menghafal penuh dari ayat
1-30 mendapatkan nilai plus yang saya tuliskan (E) yang bermakna
Excelent untuk 3 santri yang protes tadi, dengan nilai plus tersebut
barulah mereka semangat lagi dengan nilai yang sudah ada. Namun dalam
hati saya sendiri juga masih berpikir, benarkah penilaian yang saya
berikan seperti ini yang ujung-ujungnya membuat mereka menghafal hanya
untuk tinggi-tinggian nilai dan berkompetisi sekedar mencari gengsi
dengan banyak-banyakan hafalan sementara makna satu ayatpun belum
sempurna dipahami, termasuk saya juga.
Setelah shalat isya
kembali lagi saya tegaskan bahwa proses menghafal seperti ini jangan
sekali-kali membuat mereka ria' dengan menceritakan hafalan-hafalan
mereka kepada orang lain, lalu dengan nilai yang saya berikan jangan
sampai itu menjadi tujuan utama menghafal, karena itu bisa saja sebuah
penilaian objektif yang mengandung subjektivitas yang tidak saya sadari
ketika menyimak ataupun memberikan pertanyaan untuk melanjutkan ayat.
Setidaknya semangat mereka untuk menghafal sudah kami sama-sama tanamkan
bukan sekedar mencari gengsi atau mengikuti mainstream publik yang
menjadikan tahfidz sebagai legitimasi untuk menjaring persepsi
masyarakat supaya memandang mereka sebagai yang terbaik, namun penilaian
yang sesungguhnya kami serahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa. Suatu
saat saya berjanji pada diri sendiri untuk memahami dan membahas
ayat-ayat tersebut lebih dalam, baik melalui studi literatur yang sudah
ada ataupun mengundang ahli pada bidang tafsir, sehingga nilai-nilai
dalam Al Qur'an benar-benar mampu kami serap untuk diamalkan.
Saya jelaskan terkait protes yang tadi untuk selanjutnya akan saya
usahakan untuk memberikan evaluasi yang sama bagi semua santri sehingga
tidak ada lagi kecemburuan dengan penilaian yang saya berikan, namun
tetap memperhatikan esensi bacaan dan frekuensi salah baca maupun salah
kata yang mereka lanjutkan, kami niatkan ini sebagai awal untuk membina
generasi-generasi Qur'ani yang berkomitmen dan memiliki integritas untuk
progresifnya intelektualitas keagamaan generasi kami.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Jalan Sunyi Si Pendidik
sumber :digaleri.com Baim Lc* Dia tertegun, matanya tertuju pada amplop yang dibagikan oleh pihak komite tadi pagi. Nominal ya...
-
ANALISIS NILAI PENDIDIKAN YANG TERDAPAT DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA Oleh : ...
-
TEORI HIRARKI KEBUTUHAN DALAM CERPEN SEPOTONG SENJA UNTUK PACARKU KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA (TINJAUAN PSIKOLOGI HUMANISTIK ABRAHAM...
-
ANALISIS MAKNA KONOTASI DALAM LAGU BUTIRAN DEBU KARYA RUMOR *Abdul Rahim (Alumni FKIP UNRAM-PBSID) 1. Pendahuluan 1.1 Latar...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar