Senin, 30 November 2015

Keikhlasan Rutinitas




Saat masih MTs. , malam Jumat biasanya mengaji di rumah, karena Mushalla dipakai oleh jamaah Muslimah untuk pembacaan Hizib (Hiziban). Dari kebiasaan yang sudah lazim di kampung, mengaji malam jumat diawali dengan membaca surat Ya siin, begitu juga saya yang sering improvisasi bunyi bacaan sebaik mungkin kala itu. Selesai surat Ya siin kadang saya lanjutkan dengan menghapal ayat-ayat pendek atau terkadang dicukupkan dan mulai membaca buku yang lain. Namun berbeda dengan kakak perempuan saya yang selesai membaca Ya siin dilanjutkan dengan membaca surat yang bunyi akhir tiap ayatnya seperti berirama sama. Saya hanya menyimak dan mencoba memahami maknanya sebatas Ilmu nahwu dan Bahasa Arab yang sudah saya dapatkan sejak MI.

Lalu kakak saya menjelaskan, dia membaca surat Al Kahfi setiap malam Jumat, bahwa nilai bacaan untuk satu surat tersebut Pahalanya sampai Jumat yang akan datang, itu berdasarkan Ilmu yang telah dia dapatkan dari Pengajian-pengajian Halaqah di Pondok Pesantren. Semenjak itu saya mulai tertarik membaca surat Al Kahfi setelah Ya Siin, tentu saja karena tertarik dengan besar balasan yang kita dapatkan walaupun itu hal abstrak yang kita tidak tahu sampai atau tidaknya bacaan kita. Memang,  melakukan suatu kebaikan hanya karena mengharap balasan, belakangan saya tahu bisa juga dicap bukan sebuah keikhlasan. Namun kala itu saya tertarik untuk terus menjadikan rutinitas membaca surat Al Kahfi pada malam Jumat,  saya akui sebagai ibadah untuk mengharap balasan pahala sampai satu minggu ke depan.

Jika kita berpikir kalkulasi nilai pahala, itu akan sangat membingungkan bagaimana menghitung untuk nilai bacaan sampai satu minggu ke depan. Saya pun tidak mencoba mencari jawaban bagaimana menghitung pahala satu minggu ke depan tersebut, namun tetap menjalani rutinitas untuk membaca surat tersebut tetap setiap malam jumat. Begitu juga sampai memasuki bangku kuliah, di tengah kesibukan saya sebagai mahasiswa yang tinggal di kampus dan kadang mengikuti kajian malam Jumat di beberapa Masjid, tak jarang membuat saya tidak dapat membaca surat Al Kahfi pada malamnya usai Maghrib, sebagai gantinya saya membacanya sesusai shubuh bahkan menyempatkan pada pada waktu dhuha atau sebelum khutbah di mulai ketika mengikuti shalat Jumat.

Ternyata Al Marhum bapak juga menjadikan amalan bacaan surat Al Kahfi sebagai wirid setiap malam Jumat, saya tahu itu ketika malam Jumat pada Ramadhan beberapa tahun lalu beliau terdengar melantunkan bacaannya sehabis tarawih. Setelah beberapa tahun mengintensifkan mengaji surat Al Kahfi setiap malam Jumat, ketika tidak sempat atau bahkan lupa mengaji seakan ada yang kurang dan terasa sekali perbedaannya antara Jumat ketika membaca surat Al Kahfi pada malamnya dengan malam Jumat yang saya tidak sempat membaca. Seperti ada energi positif yang menarik ingatan saya untuk menyempatkan diri membaca surat Al Kahfi tersebut sekalipun ketika sibuk atau sedang berkumpul bersama teman-teman waktu di kampus.

Perlahan demi perlahan setelah mengintensifkan bacaan,  saya pun mencoba menelaah isi Surat Al Kahfi tersebut. Mulai dari ebook terjemahan tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Jalalain, saya mendapatkan makna yang sangat besar berisi kisah luar biasa yang terjadi pada hamba-hamba pilihan sebagai sebuah Ibroh bagi umat masa kini. Mulai dari keteguhan Para Pemuda mempertahankan Iman, dan bersembunyi di gua sampai ketika terbangun tidak ada yang tahu berapa lama mereka di sana. akan tetapi mereka merasa hanya seperti sehari semalam saja. lalu kisah Nabi Musa yang berguru pada hamba Allah yang diberikan kelebihan Ilmu ( Nabi Khidir),  dan disebutkan tentang arus air yang bertemu di satu titik,  tiba-tiba ikan di dalam tempayan sebagai bekal meloncat ke air dan langsung hidup, maka di sanalah letak tempat yang dicari-cari, walaupun nabi Musa gagal untuk menimba Ilmu pada Hamba Allah tersebut disebabkan ketidak sabarannya untuk tidak bertanya terlebih dahulu sebelum hamba tersebut menjelaskan padanya.

Tempat pertemuan titik air itu pun diadopsi ke dalam sebuah film produksi hollywood yaitu "The Pirates of Carribean : Stranger tides", bagaimana mereka mencari titik pertemuan air tersebut yang dikatakan sebagai air untuk kekekalan. walau bagaimanapun adopsi ide ceritanya hampir sama namun tak sehebat apa yang diceritakan dalam Al Qur'an dan dibahas pada kitab tafsir tersebut. Kisah luar biasa selanjutnya yang dikabarkan dalam surat Al Kahfi tentang seorang yang pernah menguasai dunia dari Masyriq sampai Maghrib, yaitu Dzul Karnain. Dalam beberapa ayat terakhir surat Al Kahfi juga menjelaskan bagaimana Dzul Karnain yang diminta membangun tembok untuk menghalau Ya'juj dan Ma'juj yang dikatakan sebagai bala tentara dajjal. Kisah Luar biasa Iskandar Dzulkarnain ini pun diadopsi oleh pihak barat dengan menciptakan tokoh sendiri yang dianamakan Alexander the great. Walau bagaimanapun itu hanyalah fiksi mereka yang kebenaran sejatinya dicontek dari ayat Al Qur'an yang mulia di Surat Al Kahfi tersebut.

Karena itu walau bagaimanapun seringnya kita membaca surat Al Kahfi setiap Jumat pasti tetap tersentuh dengan uraian ayat-ayat mulia itu yang akan terus diwariskan kisahnya turun temurun pada generasi kita sampai hari akhir. Sekian lama menelaah kandungan isi Surat Alkahfi tersebut dan sampai saat ini pun belum juga tuntas, sudah terlupakan paradigma mengaji Surat Al kahfi hanya untuk mendapatkan pahala sampai jumat berikutnya, dan saya mulai mencoba membangun sebuah pribadi ikhlas yang beribadah bukan semata-mata untuk balasan pahala,  tetapi benar-benar ikhlas sebagai hamba yang menghiba dan berserah diri. 

Secara tak sengaja membaca uraian hikmah yang ditulis salah seorang teman di facebook tentang apa yang didengar dari Emha Ainun Najib bagaimana ikhlas beribadah, beramal yang sebenarnya. Cak Nun mengurai bahwa ketika ibadah jangan sampai hati berharap lebih dari ibadah yang kita lakukan, karena itu bukan lagi bernilai ibadah tetapi niat jualan untuk mendapat pahala atau balasan rizki yang lebih besar, dan secara tidak langsung memojokkan hati kita dengan sistem bisnis modal kecil, laba besar. padahal jelas, secara nyata Tuhan menginstruksikan dalam firmannya pada surat Al bayyinah " dan tidaklah sekali-kali mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah kepada Allah dengan keihklasan untuk memurnikan agama yang lurus (5) ".

Keikhklasan itu memang bisa menjadi hal tersulit yang harus kita usahakan, namun buah manisnya akan sangat terasa jika sudah terbiasa melekatkannya dalam diri kita. Begitu juga halnya dengan rutinitas Membaca surat Al Kahfi pada malam jumat, dari awal saya meng-iming-imingi diri dengan pahala besar sampai jumat berikutnya, namun seiring kedewasaan berpikir pahala itu bisa menjadi hal sekian dalam prioritas, bahkan dianggap sebagai bonus dari Tuhan jika keikhlasan beribadah itu dapat kita usahakan.
Saya rasa demikian pula halnya dengan ibadah Muaakkad lainnya, ketika kita sudah terbiasa dan menjadikannya sebagi sebuah rutinitas, maka pada saat tidak dapat melaksanakannya dalam sekali saja, terasa ada yang janggal dalam diri kita. Dari hal inilah kita berbaik sangka pada Tuhan bahwa harapan balasan bukan pula sebagai prioritas mutlak yang harus diijabah, namun keikhlasan dan ketguhan hati kita lah yang menjadikan prasangka bahwa Tuhan tidak akan pernah memungkiri janji-Nya pada Hamba yang telah berusaha dan Ikhlas menjadikan ibadah bukan hanya tunai kewajiban dan mengharap balasan. Tetapi benar-benar ikhlas hanya Untuk-Nya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jalan Sunyi Si Pendidik

sumber :digaleri.com Baim Lc*  Dia tertegun, matanya tertuju pada amplop yang dibagikan oleh pihak komite tadi pagi. Nominal ya...