JURNAL
ANALISIS
BENTUK DAN MAKNA IDIOM BAHASA SASAK DIALEK
[A-E] DI DESA LENGKOK LENDANG KECAMATAN WANASABA LOMBOK TIMUR
Oleh
Abdul Rahim
E1C 009 009
UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
2013
ANALISIS
BENTUK DAN MAKNA IDIOM BAHASA SASAK DIALEK
[A-E] DI DESA LENGKOK LENDANG KECAMATAN WANASABA LOMBOK TIMUR
Oleh : Abdul Rahim
Email
:abdulrahim09bi@gmail.com
Pembimbing 1 : Drs. H. Khairul Paridi, M. Hum.
Pembimbing 2 : Drs. Kaharudin, M. Hum
Abstract
This
study entitled Analysis of Form and Meaning Idiom Sasak language dialect [a-e]
in the village Lengkok-Lendang Wanasaba East Lombok district. Issues raised in
this study, namely: (1) how the forms of Sasak language idioms (2) how the
meaning contained in the Sasak language idioms (3) how is the function of
speech idioms in the Sasak language dialect [a-e] in the Village District
Lengkok-Lendang Wanasaba East Lombok. The purpose of this study is to determine
the forms of Sasak language idioms, to know the difference in the form of
idioms in terms of the closeness of its elements formed dala Sasak language
idiom meaning, as well as to the meaning and function menegetahui idioms in
speech language Sasak village Lengkok-Lendang Wanasaba Lombok District east.
Theory
is used to answer the problem in this research is the theory of the idiom,
idioms forms, as well as the types of idioms based on the closeness of its
constituent elements. This theory is based on ideas taken from some linguists
as well as the conclusion of the researchers themselves. Population of this
research is the Sasak language speakers Dialects [ae] in the village
Lengkok-Lendang Wanasaba East Lombok district. For the study sample was taken
five speakers who live in the hamlet Montong Dares. The sample selection was
based on the consideration of the proximity of the researcher with the area, so
it will be easier to work with informants in verifying the data.
In
the present study used data collection methods and methods refer introsfektif.
Introsfektif methods used in terms of cooperation between the informant with
researchers in providing data. To see the method involved ably assisted with
engineering and technical note. Data analysis used the method Padan
intralingual (PI) with the technique of Appeals Equalized It Hubung Principal
(HBSP). HBSP techniques used to describe forms of idioms based on the closeness
of the elements in the form of meaning. After the completion of data analysis,
the data presented in the form of formal and non-formal.
Based
on data analysis that has been done, it was discovered 89 idioms form in Sasak
language dialect [a-e] in the village Lengkok-Lendang Wanasaba East Lombok
district. Besides the idiom forms based on the closeness of the elements in
shaping the meaning of the idiom form is divided into 64 full and 25 partial
form of idioms. The idiom meaning and function depends on its use in speech
Sasak language.
Keywords:
Form, Meaning, Function, Idiom.
ABSTRAK
Penelitian
ini berjudul Analisis Bentuk dan Makna Idiom Bahasa Sasak Dialek [a-e] di Desa
Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur. Permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini yaitu ; (1) bagaimanakah bentuk-bentuk idiom bahasa Sasak
(2) bagaimanakah makna yang terkandung dalam idiom bahasa Sasak (3)
bagaimanakah fungsi idiom dalam dalam tuturan bahasa Sasak dialek [a-e] di Desa
Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur. Tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui bentuk-bentuk idiom bahasa Sasak, untuk mengetahui perbedaan
bentuk idiom dari segi keeratan unsur-unsurnya dala membentuk makna idiom
bahasa Sasak, serta untuk menegetahui makna dan fungsi idiom dalam tuturan
bahasa Sasak di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur.
Teori
yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah teori
tentang idiom, bentuk-bentuk idiom, serta jenis-jenis idiom berdasarkan
keeratan unsur-unsurnya pembentuknya. Teori ini diambil berdasarkan pemikiran
dari beberapa ahli bahasa serta penyimpulan dari peneliti sendiri. Populasi dari
penelitian ini adalah seluruh penutur bahasa Sasak Dialek [a-e] di Desa
Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur. Untuk sampel pennelitian
diambil lima orang penutur yang berdomisili di Dusun Montong Dares. Pemilihan
sampel ini didasarkan atas pertimbangan kedekatan peneliti dengan wilayah
tersebut, sehingga akan lebih mudah dalam bekerja sama dengan informan dalam
melakukan verifikasi data.
Dalam
pengumpulan data penelitian digunakan metode introsfektif dan metode simak.
Metode introsfektif digunakan dalam hal kerja sama antara informan dengan
peneliti dalam menyediakan data. Untuk metode simak dibantu dengan teknik libat
cakap dan teknik catat. Analisis data digunakan metode Padan Intralingual (PI)
dengan teknik Hubung Banding Samakan Hal Pokok (HBSP). Teknik HBSP digunakan
untuk menjelaskan bentuk-bentuk idiom berdasarkan keeratan unsur-unsurnya dalam
membentuk makna. Setelah data selesai dianalisis, maka data-data disajikan
dalam bentuk formal dan nonformal.
Berdasarkan
analisis data yang telah dilakukan, ditemukan 89 bentuk idiom dalam bahasa
Sasak Dialek [a-e] di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur.
Selain itu bentuk-bentuk idiom tersebut berdasarkan keeratan unsur-unsurnya
dalam membentuk makna terbagi dalam 64 bentuk idiom penuh dan 25 bentuk idiom
sebagian. Makna dan fungsi idiom tersebut tergantung pada penggunaannya dalam
tuturan bahasa Sasak.
Kata Kunci : Bentuk,
Makna, Fungsi, Idiom.
A. Latar Belakang
Bahasa
digunakan untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada
orang lain (Sutedi, 2003:2). Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan
keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun tertulis, orang tersebut
bisa menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena ia memahami makna yang
dituangkan melalui bahasa tersebut. Jadi, fungsi bahasa adalah untuk
menyampaikan suatu makna kepada seseorang baik secara lisan maupun tertulis. Jika
mengkaji tentang makna, maka dalam tataran linguistik dapat dijelaskan melalui
kajian ilmu tentang makna atau disebut semantik. Semantik adalah cabang ilmu
yang meneliti arti atau makna, Salah satu objek kajian semantik adalah idiom.
Dalam bahasa Indonesia dikenal bentuk yaitu “panjang tangan” yang artinya
maling/pencuri, bentuk tersebut jauh menyimpang dari makna pembentuknya yaitu
kata “panjang” yang berarti suatu ukuran dan kata “tangan” yang artinya bagian
adari anggota tubuh. Demikian juga pada contoh “kepala dingin” yang artinya “pikiran tenang”, terbentuk dari kata
“kepala” yang maknanya merupakan bagian dari anggota tubuh dan kata “dingin”
yang maknanya suatu keadaan atau ukuran suhu. Pada kedua contoh tersebut,
bentuk-bentuk dari “panjang tangan”
dan “kepala dingin” maknanya berbeda
dari makna kata pembentuknya (leksikal), maka kedua bentuk tersebut dapat dikelompokkan
sebagai bentuk Idiom.
Demikian
pula halnya dalam bahasa Sasak terdapat bentuk “beleq otak” yang artinya
merasa bangga, bentuk tersebut terbentuk dari kata “beleq” yang artinya dalam bahasa Indonesia yaitu “besar”, yang
menyatakan makna suatu ukuran, dan kata “otak”
yang dalam bahasa Indonesia artinya “kepala” yang menyatakan makna bagian dari
anggota tubuh. Bentuk “beleq otak” tersebut maknanya telah
hilang/menyimpang dari makna kata pembentuknya, maka bentuk tersebut dapat dikelompokkan
sebagai Idiom. Contoh yang lainnya yaitu “telinge
kete” yang maknanya “apatis”, tidak
mau mendengarkan orang lain, bentuk tersebut terbentuk dari kata “telinge” yang artinya dalam bahasa Indonesia
yaitu “telinga” yang menyatakan makna bagian dari anggota tubuh dan kata “kete” yang dalam bahasa Indonesia
berarti “tempat penggorengan, terbuat dari tanah liat”, makna dari “telinge kete” yang artinya apatis, tidak mau mendengarkan orang lain, maknanya
tidak ada hubungannya lagi dengan makna “telinge”
dan “kete” yang membentuk idiom
tersebut.
Penelitian
tentang bahasa Sasak sudah banyak dilakukan, baik itu dalam bentuk buku,
skripsi, jurnal dan lain sebagainya. Aspek yang dikaji dalam penelitian itu pun
beragam, mulai dari aspek fonologi, morfologi, sintaksis, semantik,
dialektologi dan lain sebagainya. Akan tetapi dari semua penelitian tentang
bahasa Sasak yang sudah dilakukan belum ada yang mengkaji tentang idiom bahasa
Sasak yang ditinjau dari aspek semantik. Itulah yang menjadi alasan utama
peneliti untuk mengangkat penelitian tentang idiom bahasa sasak ini.
Penelitian ini difokuskan pada kajian bentuk dan makna
idiom pada bahasa Sasak dialek [a-e] di
wilayah Desa Lengkok Lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur.Pada mulanya,
dialek dalam bahasa Sasak dibagi menjadi 5 dialek. Thoir, dkk (1986, dalam
Luthfiana 2011: 1) menamai kelima dialek ini sebagai dialek Meno-Mene, Ngeno-Ngene, Ngeto-Ngete,
Ngeno-Mene, dan Meriak-Meriku. Pembagian nama dialek ini didasarkan pada bentuk
realisasi makna ’begini’ dan ’begitu’ pada daerah yang diamatinya. Menurut
Mahsun (2006: 3-4), pembagian dialek ini belum bisa dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Sebab, peneliti tidak konsisten dalam menentukan dialek
tersebut. Makna ’begini’ memiliki 22 realisasi dan makna ’begitu’ memiliki 23
bentuk realisasi. Ini berarti, jika pembagian dialek didasarkan pada bentuk
realisasi kedua makna kata di atas, akan terdapat 22 atau 23 dialek dalam bahasa
Sasak.
Oleh karena itu, Mahsun (2006:
72), dalam penelitiannya yang berjudul Kajian
Dialektologi Diakronis Bahasa Sasak di
Pulau Lombok, mengelompokkan bahasa Sasak menjadi 4 dialek, yakni
Dialek a-a sebagai padanan Dialek Bayan (DB), Dialek a-e sebagai padanan
Dialek Pujut (DP), Dialek
e-e sebagai padanan Dialek Selaparang (DS), Dialek a-o sebagai
padanan Dialek Aiq bukaq. Hal ini
didasarkan pada korespondensi
vokal pada struktur [V-V] keempat dialek tersebut. Pertimbangan ini lebih realistis dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Setelah
penulis amati, bentuk-bentuk yang digunakan dalam bahasa Sasak Dialek a-e
memang memiliki korenspondensi vokal akhir [a-e], misalnya bentuk mate ‘mata‘, ape ‘apa‘, bate ‘bata‘, Praye ‘Praya‘, dan kace
‘kaca‘. Oleh karena itu, penulis memilih untuk mengikuti aturan penamaan dialek berdasarkan
pertimbangan terakhir ini.
Selain
itu alasan peneliti untuk mengangkat penelitian tentang idiom ini karena
penutur bahasa sasak di wilayah peneliti masih menggunakan idiom untuk
menyampaikan makna secara tidak langsung, terutama orang-orang tua, disamping
itu juga sebagai salah satu strategi pemertahanan bahasa, khususnya bahasa
daerah yaitu dengan melakukan penelitian lebih mendalam lagi tentang bahasa
tersebut sebagai salah satu keragaman budaya bangsa kita.
Oleh
karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang idiom tersebut,
karena dari segi bentuk maupun maknanya idiom yang digunakan di wilayah desa
Lengkok-Lendang memiliki bentuk dan makna yang unik dan biasanya digunakan
untuk memperhalus makna atau juga sebagai bentuk ejekan.
Berdasarkan
uraian di atas penelitian yang berjudul “Analisis Bentuk dan Makna Idiom
Bahasa Sasak Dialek [a-e] di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok
Timur” ini mengangkat beberapa rumusan masalah yaitu :
1.
bagaimanakah bentuk-bentuk idiom dalam bahasa Sasak Dialek [a-e] di desa
Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur?.
2.
bagaimanakah makna yang terkandung dalam idiom bahasa Sasak Dialek [a-e] di desa
Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur?.
3.
bagaimanakah
fungsi idiom dalam tuturan bahasa Sasak Dialek [a-e]
di desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur?.
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui bentuk-bentuk idiom serta perbedaan bentuk idiom dari segi keeratan unsur-unsurnya dalam
membentuk makna yang ada dalam idiom bahasa Sasak Dialek [a-e] di desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur.
2.
Untuk
mengetahui makna yang terkandung dalam idiom bahasa Sasak Dialek [a-e] di desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur.
3.
Untuk
mengetahui fungsi idiom dalam tuturan bahasa Sasak Dialek [a-e] di desa
Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombk Timur.
Dari hasil
penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis
maupun
secara praktis.
1.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu bahasa serta sebagai bentuk
pelestarian bahasa daerah, khususnya bahasa Sasak yang ada di pulau lombok.
2.
Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
bagi yang berminat mendalami bahasa Sasak dialek [a-e] di desa lengkok- lendang. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
pedoman dalam pembelajaran, khususnya bahasa Sasak dialek [a-e] yang digunakan oleh masyarakat Lengkok-lendang untuk SD/MI, SLTP/MTs maupun SMA/MA.
B. Kajian Teori
2.1 Definisi Idiom
Idiom seringkali digunakan oleh penutur
bahasa dalam berkomunikasi dengan anggota penuturnya. Penggunaan idiom ini
sengaja dilakukan terutama untuk menyatakan sesuatu secara tidak langsung
kepada lawan bicara, baik itu untuk memuji, menyindir, mengejek, mengungkapkan
rasa sedih, kecewa, gembira dan lain sebagainya. Misalnya, kata pencuri lebih
halus kedengarannya bila menggunakan kata panjang
tangan.
Jika
ditelusuri secara etimologi kata idiom berasal dari bahasa Yunani `idioma` yang
artinya khusus atau khas. Jadi sebuah idiom adalah sebuah bentuk ekspresi
khusus terhadap suatu bahasa yang tidak dapat dijelaskan dari unsur-unsur
pembentuknya (Makai 1972 dalam Khak : 2). Jadi, Idiom itu khusus untuk bahasa
itu sendiri dan tidak dapat diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa lain.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama
dengan gabungan makna unsurnya, misalnya
kambing hitam dalam
kalimat ‘dalam peristiwa itu Hansip
menjadi kambing hitam, padahal mereka tidak tahu apa-apa’. (KBBI,
2007:417).
Abdul
Chaer (2003:296) berpendapat bahwa idiom adalah satuan ujaran yang maknanya
tidak dapat “diramalkan’ dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun
secara gramatikal Umpamanya, secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna ‘orang
yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya’; tetapi bentuk menjual gigi tidaklah memiliki makna
seperti itu, melainkan bermakna ‘tertawa keras-keras’. Jadi, makna seperti yang
dimiliki bentuk menjual gigi inilah
yang disebut makna idiomatikal. Contoh lain dari idiom adalah bentuk membanting tulang yang bermakna ‘bekerja
keras’, meja hijau dengan makna
‘pengadilan’, dan sudah beratap seng
dengan makna ‘sudah tua’.
Sedangkan Menurut Kridalaksana (2008:90), dalam Kamus Linguistik, Idiom adalah
konstruksi dari unsur-unsur yang saling memiliki, masing-masing anggota
mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain atau konstruksi yang
maknanya tidak sama dengan makna anggotanya. Sebagai contoh, kambing hitam dalam kalimat “dalam
peristiwa kebakaran itu hansip menjadi kambing hitam, padahal mereka tidak tahu
apa-apa”. Makna kambing hitam secara
keseluruhan, tidak sama dengan makna kambing
maupun hitam.
Dari definisi yang diberikan oleh Chaer dan Kridalaksana dapat
disimpulkan bahwa idiom merupakan satuan bahasa yang maknanya berbeda dengan
makna komponen-komponen pembentuknya. Akan tetapi ada idiom yang masih bisa
dilihat maknanya dari makna komponen-komponen pembentuknya.
Menurut
Fatimah Djajasudarma (1999:16) makna idiom adalah makna leksikal yang terbentuk
dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat
pula menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk baku
(tidak berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tetap.
Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku
bagi suatu bahasa.
Dalam buku Alwasilah (1993:165) mengatakan
idiom adalah grup kata-kata yang mempunyai makna tersendiri yang berbeda dari
makna tiap kata dalam grup itu. Idiom
tidak bisa diterjemahkan secara harafiah ke dalam bahasa asing. Idiom adalah
persoalan pemakaian bahasa oleh penutur asli. Kita tidak bisa membuat idiom
sendiri.
Keraf
(1985:109) mengemukakan bahwa idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang
dari kaidah-kaidah bahasa yang umum (biasanya berbentuk frasa ) yang maknanya
tidak sama dari gabungan kata-kata pembentuknya.
Selain
pendapat di atas, Badudu (1994 :20) memaknai idiom yaitu sebagai ungkapan
bahasa yang artinya tidak dapat dijabarkan dari jumlah arti tiap-tiap unsurnya.
Misalnya , kambing hitam, membanting tulang, keras kepala, frasa (kelompok kata) idiomatik selain yang idiom
saja disebutkan itu termasuk ungkapan yang teradat, yang pemakaian unsurnya
tidak selalu dapat diterangkan secara logis.
Berdasarkan
pendapat para ahli linguistik tersebut penulis menyimpulkan bahwa idiom adalah
gabungan dua buah unsur kata atau lebih yang maknanya berbeda dari unsur
pembentuknya dan membentuk satu kesatuan arti yang idiom dan unsur-unsur kata
tersebut tidak dapat dipisahkan. Misalnya dalam idiom kambing hitam diatas, yang maknanya berbeda dengan unsur
pembentuknya, baik makna kambing maupun hitam. Idiom kambing hitam tidak ada kaitannya dengan hewan yang bernama kambing
dan berwarna hitam.
Jadi
secara umum Idiom berarti gabungan kata yang memberi arti khusus atau kata-kata
yang dipakai dengan arti lain dari arti yang sebenarnya. Idiom dapat juga
diartikan makna leksikal yang dibangun dari beberapa kata, yang tidak dapat
dijelaskan lagi lewat makna kata-kata pembentuknya.
Dalam
penggunaan idiom manusia sering menyembunyikan dan tidak mengatakan secara
langsung mengenai maksud dan keinginannya. Hal tersebut disebabkan beberapa
fakor 1) mengharapkan sesuatu; 2) membandingkan; 3) mengejek; 4) menasehati dan
sebagainya. Dengan latar keengganan manusia untuk berterus terang maka lahirlah
idiom tersebut (Rachmawati, 2001 : 15).
2.2 Bentuk-bentuk Idiom
Ada dua macam bentuk idiom, yaitu yang
disebut idiom penuh dan idiom sebagian. Yang dimaksud dengan idiom penuh adalah
idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga
makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Bentuk-bentuk seperti membanting tulang, menjual gigi, dan meja hijau
termasuk contoh idiom penuh.
Sedangkan
yang dimaksud dengan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih
memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya, buku putih yang bermakna ‘buku yang memuat keterangan resmi
mengenai suatu kasus’; daftar hitam
yang bermakna ‘daftar yang memuat nama-nama orang yang diduga atau dicurigai
berbuat kejahatan’; dan koran kuning
dengan makna ‘koran yang biasa memuat berita sensasi’. Pada contoh tersebut,
kata buku, daftar, dan koran masih memiliki makna leksikalnya.
Selain
dibedakan berdasarkan jenisnya, Abdul Chaer (1993:9) dalam kamus idiom bahasa Indonesia menyebutkan bahwa idiom juga dapat
dibagi berdasarkan konstruksi pembentuknya. Idiom muncul dalam bentuk kata, frasa,
dan dalam bentuk kalimat. Beberapa contoh idiom berdasarkan konstruksi
pembentuknya antara lain :
1)
Idiom
dalam bentuk kata, contoh :
a. gula-gula : ‘wanita piaraan’
b. tupai-tupai
: ‘pasak pengikat tali pada tiang bendera’
c. menghitamputihkan
: ‘sangat berkuasa’.
2) Idiom dalam bentuk frasa, contoh :
a. meja
hijau : ‘pengadilan’
b. tebal
muka : ‘tidak tahu malu’.
3) Idiom dalam bentuk kalimat, contoh :
a. nona
makan sirih : ‘nama sejenis tanaman merambat’
b. burung
tinggal anak : ‘nama sejenis burung’.
Chaer
(1993 :75) mengemukakan bahwa ditinjau dari keeratan unsur-unsurnya dalam
makna, idiom dibedakan menjadi dua jenis, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian
(semi idiom).
1. Idiom Penuh
Pada idiom penuh unsur-unsur
pembentuknya atau kata-kata yang membentuk idiom tersebut sudah merupakan satu
kesatuan makna karena setiap kata sudah kehilangan makna leksikalnya, sehingga
makna yang ada adalah makna dari keseluruhan bentuk tersebut. Misalnya idiom duduk perut yang berarti ‘hamil’, dan
idiom membanting tulang yang berarti ‘bekerja
keras’. Pada dua contoh tersebut dapat kita lihat kata duduk dan perut pada
idiom duduk perut telah kehilangan
makna leksikalnya. Demikian juga dengan kata membanting dan tulang pada idiom membanting tulang.
2. Idiom Sebagian
Pada
idiom sebagian masih ada unsur kata atau pembentuk idiom tersebut yang masih
merujuk ke makna leksikalnya. Misalnya, pada idiom daftar hitam, “daftar yang berisi nama-nama orang yang dicurigai
atau yang dianggap bersalah”, Koran
kuning “Koran yang seringkali memuat berita-berita sensasi”. Kata daftar
dan Koran, pada bentuk idiom tersebut masih memiliki makna leksikal sedangkan
yang bermakna idiomatikal hanyalah kata hitam dan kuning.
Pendapat
Chaer inilah yang akan dijadikan landasan teori pada penelitian ini, karena
dari segi bentuk idiom antara bahasa Indonesia dan bahasa sasak tidak jauh
berbeda.
Menurut
Soedjito (dalam Susanti, 2001:17) membagi idiom menjadi tujuh kategori, yaitu :
1).
Idiom dengan bagian tubuh; yaitu bentuk idiom yang salah satu unsur atau kata
pembentuknya memakai kata-kata yang menunjukkan bagian- bagian tubuh seperti
kata “hati” pada idiom “hati kecil” dan “besar hati”.
2).
Idiom dengan kata indra; yaitu bentuk idiom yang salah satu kata pembentuknya
merupakan kata-kata yang dapat dirasakan oleh panca indra, seperti kata
“dingin” pada idiom “dingin hati” dan “perang dingin”.
3).
Idiom dengan warna; yaitu bentuk idiom yang salah satu unsur pembentuknya
memakai kata yang menunjukkan warna, seperti kata “merah” pada idiom merah muka
dan merah telinga.
4).
Idiom dengan benda-benda alam; yaitu bentuk idiom yang salah satu unsurnya
memakai nama benda-benda alam seperti “bumi” pada idiom jadi bumi langit dan
dibumihanguskan.
5).
Idiom dengan nama binatang; yaitu bentuk idiom yang salah satu unsurnya memakai
nama-nama binatang, seperti kata “kambing” pada idiom kambing hitam dan kelas
kambing.
6).
Idiom dengan bagian tumbuh-tumbuhan; yaitu bentuk idiom yang salah satu
unsurnya memakai kata yang menunjukkan bagian-bagian tumbuhan, seperti kata
“daun” pada idiom naik daun dan daun muda.
7).
Idiom dengan kata bilangan; yaitu bentuk idiom yang salah satu unsurnya memakai
kata bilangan seperti berbadan dua dan mendua hati.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data-data dalam penelitian ini, yaitu metode introspektif dan
metode simak. Menurut Mahsun (2007: 104), metode introspektif,
yaitu metode penyediaan (atau pengumpulan) data dengan memanfaatkan intuisi
kebahasaan peneliti yang meneliti bahasa yang dikuasainya (bahasa ibunya) untuk
menyediakan data yang diperlukan bagi analisis sesuai dengan tujuan
penelitiannya. Metode ini sangat relevan digunakan penulis karena penulis
merupakan pengguna bahasa Sasak Dialek [a-e] serta lahir dan dibesarkan di wilayah
pengguna dialek tersebut.
Metode berikutnya yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak. Sesuai dengan namanya,
metode simak merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
menyimak penggunaan bahasa, baik penggunaan bahasa secara lisan maupun tertulis
(Mahsun, 2007: 92). Lebih khusus lagi
penulis menggunakan metode simak libat cakap dibantu dengan teknik pencatatan.
Berdasarkan teknik ini, peneliti terlibat langsung dalam percakapan dengan
masyarakat pengguna Dialek [a-e] sekaligus melakukan penyimakan terhadap bahasa
yang digunakan penutur. Jadi, ada 3 kegiatan yang sekaligus dilakukan peneliti
dalam mengumpulkan data, yakni berpartisipasi dalam pembicaraan, menyimak
pembicaraan, dan mencatat hasil penyimakan tersebut.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu Metode Padan Intralingual dengan Teknik Hubung Banding Menyamakan Hal
Pokok (HBSP). Metode Padan Intralingual (PI) adalah metode yang digunakan untuk
menganalisis data-data kebahasaan dengan cara menghubung-bandingkan unsur-unsur
yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa
bahasa yang berbeda (Mahsun, 2007: 118). Terlebih dahulu data-data bentuk idiom
disajikan, selanjutnya data-data tersebut dikelompokkan atau dihubung
bandingkan berdasarkan konstruksi pembentuknya (idiom dalam bentuk kata, frasa,
kalimat). Kemudian bentuk-bentuk idiom tersebut dianalisis berdasarkan keeratan
unsur-unsurnya dalam membentuk makna idiom tersebut sesuai dengan landasan
teori yang digunakan (idiom penuh dan idiom sebagian). Selanjutnya, makna idiom tersebut dibahas secara lebih detail
berdasarkan fungsinya dalam tuturan.
Hasil analisis data pada penelitian ini diuraikan
dengan metode formal dan informal. Menurut Mahsun (2007: 123), metode informal
yakni perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa termasuk penggunaan
terminologi yang bersifat teknis. Sementara itu, metode formal adalah metode
perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang.
D. Pembahasan
4.1 Bentuk-bentuk Idiom Bahasa Sasak Dialek [a-e]
di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur.
Berdasarkan
hasil pengumpulan data yang telah dilakukan di wilayah sasaran penelitian dan
hasil kerja sama dengan informan, ditemukan bentuk-bentuk idiom seperti yang
tertera pada tabel dibawah ini.
4.1.1 Bentuk Idiom
Bahasa Sasak Berdasarkan Strukturnya.
No
|
Bentuk-bentuk
Idiom Bahasa sasak dialek [a-e] berdasarkan
strukturnya.
|
Bentuk Idiom berdasarkan keeratan unsur-unsurnya.
|
Idiom
Penuh
|
Idiom
Sebagian
|
-
|
-
Idiom Bentuk Kata
1(a).
abang-abangan
2(a). polongan
3(a). pasaran
4(a). begigit
5(a). penjauq
6(a).
uratan
|
ü
ü
ü
ü
ü
ü
|
|
-
|
-
Idiom Bentuk Frasa
1(b). Tindoq Bateq
2(b). Telinge Kete
3(b). wah jaoq
4(b). Otak Udang
5(b). Beleq Otak
6(b). Anak Iyoq
7(b). Lemes Elaq
8(b). Nelen Elor
9(b). Mel Ime
10 (b). bubur peak
11(b). raos bebati
12(b). mandi bebek
13(b). keleang Lombok
14(b). timuq aiq
15(b). awak penyampeq
16(b). aiq mue
17(b). tian karung
18(b). todok ular
19(b). ijo mate
20(b). deang todok
21(b). berat ime
22(b). pe molah
23(b). nangis daraq
24(b). belek baduk
25(b). elak berbise
26(b). lentaq darat
27(b). berat ate
28(b). ampas teu
29(b). daraq daging
30(b). daraq biru
31(b). sede aran
32(b). polak angen
33(b). berat otak
34(b). berat mate
35(b). dongaq langit
36(b). kasar elaq
37(b). keras ate
38(b). ime nae
39(b). kepeng panas
40(b). dengan
araq
41(b). barang
bengkokan
42(b).
tedoq-tedoq nyelem
43(b). garis
idup
44(b). harge
mate
45(b). abang
mue
46(b). berat
setoeq
47(b). kembang
dese
48(b).
beni-beni kelikit
49(b). kanak
rubin
50(b).
ilaq-ilaq kelewe
51(b). pasang
telinge
52(b). pasek
sugi
53(b). setenge
due olas
54(b). kedok
bute
55(b). kemos
bembeq
56(b). bajang
lapoq
57(b). konteq
elaq
58(b). aiq
meneng
59(b). notoq
laos
60(b). polak
tengaq
61(b). panas
telinge
62(b). belo
cucuk
63(b). bebalu
gantung
|
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
|
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
|
-
|
-
Idiom Bentuk Kalimat
1(c). ndarak
tolang ime
2(c).
anget-anget tain manuk
3(c).
alus-alus tain jaran
4(c). bantel
tolang ndarak isi
5(c). ndeq
maiq idap
6(c). beu besi
beu asaq
7(c).
begantung leq bulu seurat
8(c). selir
bulu awak
9(c). buaq ate
kembang jantung
10(c).
begalang siq karang
11(c). manuk
mate beromboq taroq
12(c). nyiaq
aiq leut
13(c). ngeliq
kubur mesaq
14(c). ngaken
geji bute
15(c). ndeq ne
taoq langit bedah
16(c). genggu
macan tindoq
17(c). manuk
lupaq barane
18(c). beleq
urat belong
19(c). ndeq ne
pandang bulu
20(c). bulu
polak aiq
|
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
|
ü
ü
ü
ü
|
Jumlah
|
89
|
64
|
25
|
Bentuk-bentuk
idiom pada tabel di atas dapat diuraikan seperti berikut ini.
Pada data 1(a) – 6(a) di atas
bentuk-bentuk idiom tersebut dikelompokkan ke dalam idiom
bentuk kata karena bentuk-bentuk tersebut terbentuk dari satu kata yang
mengalami proses morfologis baik itu perulangan, penambahan imbuhan, maupun
kedua-keduanya. Seperti, bentuk idiom abang-abangan
yang terbentuk dari kata abang
‘merah’ dan mendapat perulangan serta imbuhan –an sehingga makna idiom abang-abangan ‘tersinggung/marah’ yang terbentuk dari kata abang ‘merah’ telah menyimpang dari
makna pembentuknya. Bentuk idiom polongan
yang terbentuk dari kata polong
‘patah’ dan mendapat imbuhan –an sehingga makna idiom polongan ‘anak/keturunan’ yang terbentuk dari kata polong ‘patah’ telah menyimpang dari
makna pembentuknya. Bentuk idiom begigit
yang terbentuk dari kata gigit
‘gigit’ dan mendapat imbuhan be- sehingga makna idiom begigit ‘melakukan sesuatu hal dengan sekuat tenaga’ yang terbentuk
dari kata gigit ‘gigit’ telah
menyimpang dari makna pembentuknya. Bentuk idiom penjauq yang terbentuk dari kata jauq ‘bawa’ dan mendapat imbuhan pen- sehingga makna idiom penjauq ‘pergaulan/pembawaan’ yang terbentuk dari kata jauq ‘bawa’ telah menyimpang dari makna
pembentuknya.
Sedangkan
pada data 1(b) –63(b) pada tabel di atas, bentuk-bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam idiom bentuk frasa karena bentuk-bentuk
tersebut terdiri dari dua kata yang merupakan konstruksi dari sebuah frasa.
Seperti pada bentuk idiom tindoq bateq ‘tidur yang sangat sulit
dibangunkan’, bentuk tersebut terdiri dari kata tindoq ‘tidur’ dan bateq
‘parang’, ketika digabungkan bentuk tersebut
maknanya menyimpang dari makna pembentuknya. Pada bentuk idiom telinge kete ‘apatis/tidak mau
mendengarkan orang lain’, bentuk tersebut terdiri dari kata telinge ‘telinga’ dan kete ‘wajan/penggorengan yang terbuat
dari tanah liat’, ketika digabungkan bentuk tersebut maknanya menyimpang dari makna
pembentuknya. Pada bentuk idiom otak
udang ‘bodoh’, bentuk tersebut terdiri dari kata otak ‘otak/kepala’ dan udang
‘udang/binatang air’, ketika digabungkan bentuk tersebut maknanya menyimpang
dari makna pembentuknya. Pada bentuk idiom beleq
otak ‘merasa bangga dengan suatu pujian’, bentuk tersebut terdiri dari kata
beleq ‘besar’ dan otak ‘otak/kepala’, ketika digabungkan
bentuk tersebut maknanya menyimpang dari makna pembentuknya. Pada bentuk idiom nelen elor ‘kecewa’, bentuk tersebut
terdiri dari kata nelen ‘menelan’ dan
elor ‘air liur’, ketika digabungkan
bentuk tersebut maknanya menyimpang dari makna pembentuknya. Begitu juga halnya
dengan data-data selanjutnya pada point 2 pada tabel di atas bentuk-bentuk
tersebut terdiri dari dua kata yang membentuk idiom tersebut dan ketika digabungkan
maknanya telah menyimpang dari makna pembentuknya. Untuk lebih detailnya akan
dibahas pada bagian 4.1.2 yaitu Bentuk-bentuk idiom berdasarkan keeratan
unsur-unsurnya dalam membentuk makna.
Selanjutnya
pada data 1(c)–20(c) pada tabel di atas, bentuk-bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam idiom bentuk kalimat, karena
bentuk-bentuk tersebut merupakan konstruksi dari sebuah kalimat yang terdiri
dari tiga kata atau lebih, akan tetapi makna idiom yang terbentuk telah menyimpang
dari makna pembentuknya. Seperti pada bentuk idiom ndeq araq tolang ime ‘tidak bertenaga/lemah dalam melakukan suatu
pekerjaan’, bentuk tersebut terdiri dari kata ndeq ‘tidak’, araq ‘ada’,
tolang ‘tulang’ dan ime ‘tangan’ ketika digabungkan, makna
pembentuknya telah kehilangan makna leksikalnya dalam membentuk makna idiom
tersebut. Pada bentuk idiom anget-anget
tain manuk ‘semangat yang menggebu hanya sebentar saja’, bentuk tersebut
terdiri dari kata anget ‘hangat’ yang
mendapat perulangan, tain ‘tahi’, dan
manuk ‘ayam’, ketika digabungkan,
makna pembentuknya telah kehilangan makna leksikalnya dalam membentuk makna
idiom tersebut. Begitu pula halnya dengan data idiom yang lain pada point 3
pada tabel di atas yang terbentuk dari tiga kata atau lebih, akan tetapi
bentuk-bentuk tersebut kehilangan makna leksikalnya dalam mebentuk makna idiom
tersebut. Untuk lebih detailnya bentuk-bentuk idiom tersebut akan diuraikan
pada point 4.1.2 pada pembahasan di bawah ini.
4.1.2 Bentuk Idiom Bahasa Sasak
Berdasarkan Keeratan Unsur-unsurnya dalam Membentuk Makna.
Bentuk-bentuk idiom pada data diatas
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Untuk
lebih jelasnya bentuk-bentuk idiom tersebut dapat dibahas satu persatu berikut
ini.
4.1.2.1 Idiom Penuh
Pada
data 1(a) di atas bentuk abang-abangan tersebut berasal dari kata abang yang dalam bahasa Indonesia
berarti “merah” dan ketika mendapat perulangan dengan imbuhan –an, idiom abang-abangan bermakna
‘tersinggung/atau marah’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom
penuh karena makna idiom abang-abangan “tersinggung/marah” tidak
merujuk lagi pada makna abang.
Pada
data 2(a) di atas bentuk polongan
tersebut berasal dari kata polong
yang dalam bahasa Indonesia berarti “patah” dan ketika mendapat imbuhan –an,
idiom polongan bermakna
‘keturunan/anak’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom penuh
karena makna idiom polongan
“keturunan/anak” tidak merujuk lagi pada makna polong.
Pada
data 3(a) di atas bentuk pasaran
tersebut berasal dari kata pasar yang
dalam bahasa Indonesia berarti “pasar/tempat transaksi jual beli” dan ketika
mendapat imbuhan –an, idiom pasaran
bermakna harga ‘penjualan yang biasanya’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke
dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom pasaran
“harga penjualan yang biasanya” tidak merujuk lagi pada makna pasar.
Pada
data 2(b) di atas bentuk telinge kete tersebut terdiri dari dua kata
yaitu telinge “telinga” dan kete “penggorengan yang terbuat dari
tanah”, dan ketika digabungkan membentuk makna idiom yaitu ‘apatis/tidak mau
mendengarkan orang lain’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom
penuh karena makna idiom telinge kete “apatis/tidak mau mendengarkan
orang lain” tidak merujuk lagi pada makna telinge
dan kete.
Pada
data 3(b) di atas bentuk wah jaoq tersebut terdiri dari dua kata
yaitu wah “sudah” dan jaoq “jauh”, dan ketika digabungkan
membentuk makna idiom yaitu ‘meninggal’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam
bentuk idiom penuh karena makna idiom wah
jaoq “meninggal” tidak merujuk lagi
pada makna wah dan jaoq. Akan tetapi bentuk ini bermakna
idiom, tergantung penggunaannya di dalam tuturan.
Pada
data 4(b) di atas bentuk otak udang tersebut terdiri dari dua kata
yaitu otak “otak/kepala” dan udang “udang/salah satu binatang air”,
dan ketika digabungkan membentuk makna idiom yaitu ‘bodoh’. Bentuk tersebut dikelompokkan
ke dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom otak udang “bodoh” tidak
merujuk lagi pada makna otak dan udang.
Pada data 2(c) di atas bentuk anget-anget tain manuk terdiri dari kata anget “hangat” yang mendapat perulangan,
tain “tahi”, manuk “ayam”, ketika bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk
satu kesatuan makna yaitu ‘semangat menggebu yang hanya sebentar saja’. Bentuk
tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom anget-anget tain manuk “semangat menggebu yang hanya
sebentar saja” tidak merujuk lagi pada makna anget, tain, dan manuk.
Pada
data 3(c) di atas bentuk alus-alus tain
jaran terdiri dari kata alus “halus” yang mendapat perulangan, tain “tahi”, jaran “kuda”, ketika bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk
satu kesatuan makna yaitu ‘Sesuatu yang terlihat baik dari luarnya saja’.
Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom penuh karena makna idiom alus-alus
tain jaran “Sesuatu yang terlihat baik dari luarnya saja” tidak merujuk
lagi pada makna alus, tain dan jaran.
Pada
data 4(c) di atas bentuk bantel tolang
ndeq araq isi terdiri dari kata bantel
“membanting”, tolang “tulang”, ndeq “tidak”, araq “ada”, isi “isi”, ketika bentuk-bentuk tersebut
digabungkan membentuk satu kesatuan makna yaitu ‘melakukan sesuatu yang
melelahkan tetapi tanpa hasil’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk
idiom penuh karena makna idiom bantel
tolang ndeq araq isi “melakukan sesuatu yang melelahkan tetapi tanpa hasil”
tidak merujuk lagi pada makna bantel,
tolang, ndeq, araq dan isi.
Pada
data 6(c) di atas bentuk beu besi beu
asaq terdiri dari kata beu “dapat/bisa”, besi “besi”, beu
“dapat/bisa”, asaq “asah”, ketika bentuk-bentuk
tersebut digabungkan membentuk satu kesatuan makna yaitu ‘saling
menguntungkan/saling membantu’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk
idiom penuh karena makna idiom beu besi
beu asaq “saling menguntungkan” tidak merujuk lagi pada makna beu, besi
dan asaq.
Begitu
juga dengan bentuk-bentuk idiom penuh yang dicentang pada tabel di atas,
analisis bentuk-bentuk tersebut diuraikan dari kata-kata pembentuknya terlebih
dahulu kemudian diuraikan makna idiom gabungan dari kata pembentuknya tersebut.
4.1.2.2 Idiom
Sebagian
Pada
data 1(b) di atas bentuk tindoq bateq
terdiri dari dua kata yaitu tindoq
“tidur” dan bateq “parang”, dan
ketika digabungkan membentuk makna idiom yaitu ‘tidur yang sangat sulit
dibangunkan’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom sebagian,
karena makna idiom tindoq bateq “tidur yang sangat sulit
dibangunkan” masih merujuk pada salah satu makna unsur pembentuknya yaitu tindoq “tidur”.
Pada
data 6(b) di atas bentuk anak iyoq
terdiri dari dua kata yaitu anak”
dan iyoq “memberi makan”, dan ketika
digabungkan membentuk makna idiom yaitu ‘anak terlantar’. Bentuk tersebut dikelompokkan
ke dalam bentuk idiom sebagian, karena makna idiom anak iyoq “anak
terlantar” masih merujuk pada salah satu makna unsur pembentuknya yaitu anak.
Pada
data 11(b) di atas bentuk raos bebati
terdiri dari dua kata yaitu raos
“omongan/pembicaraan” dan bebati
“untung”, dan ketika digabungkan membentuk makna idiom yaitu ‘melebih-lebihkan
pembicaraan’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom sebagian,
karena makna idiom raos bebati “melebih-lebihkan pembicaraan”
masih merujuk pada salah satu makna unsur pembentuknya yaitu raos “pembicaraan”.
Pada data 12(b) di atas bentuk mendiq bebek terdiri dari dua kata
yaitu mendiq “mandi” dan bebek “bebek/itik”, dan ketika
digabungkan membentuk makna idiom yaitu ‘mandi sekedar membasahi kepala’.
Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom sebagian, karena makna
idiom mendiq bebek “mandi sekedar membasahi kepala” masih merujuk pada salah
satu makna unsur pembentuknya yaitu mendiq
“mandi”.
Pada
data 1(c) di atas bentuk ndeq araq tolang
ime
terdiri dari kata ndeq
“tidak”, araq “ada”, tolang “tulang”, ime “tangan”, ketika bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk
satu kesatuan makna yaitu ‘tidak ada tenaga’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke
dalam bentuk idiom sebagian, karena makna idiom ndeq araq tolang ime “tidak ada tenaga” masih merujuk pada makna unsur pembentuknya
yaitu ndeq “tidak”, araq “ada”.
Pada
data 5(c) di atas bentuk ndeq maiq idap terdiri dari kata ndeq “tidak”, maiq
“enak”, idap “rasa/perasaan”, ketika
bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk satu kesatuan makna yaitu
‘sakit/tidak enak badan’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk idiom
sebagian, karena makna idiom ndeq maiq
idap “sakit/tidak enak badan” masih merujuk pada makna unsur pembentuknya
yaitu ndeq “tidak” dan maiq “enak”.
Pada
data 13(c) di atas bentuk ngeliq kubur
mesaq terdiri dari kata ngeliq “menggali”, kubur “kubur”, mesaq
“sendiri”, ketika bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk satu kesatuan
makna yaitu ‘melakukan sesuatu yang merugikan diri sendri’. Bentuk tersebut dikelompokkan
ke dalam bentuk idiom sebagian, karena makna idiom ngeliq kubur mesaq “melakukan sesuatu yang merugikan diri sendri”
masih merujuk pada salah satu makna unsur pembentuknya yaitu mesaq “sendiri”.
Pada
data 15(c) di atas bentuk ndeq ne taoq
langit bedah terdiri dari kata ndeq “tidak”, taoq “tahu”, langit
“langit”, bedah “robek”, ketika
bentuk-bentuk tersebut digabungkan membentuk satu kesatuan makna yaitu ‘tidak
tahu apa-apa tentang suatu hal’. Bentuk tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk
idiom sebagian, karena makna idiom ndeq
ne taoq langit bedah “tidak tahu apa-apa tentang suatu hal” masih merujuk
pada salah satu makna unsur pembentuknya yaitu ndeq “tidak”.
Pada
data yang telah dikumpulkan bentuk idiom sebagian ini tidak ditemukan data yang
terbentuk dari satu kata, data idiom sebagian ini ditemukan terbentuk dari dua
kata/bentuk frasa atau ada juga yang terbentuk dari beberapa kata/bentuk
kalimat seperti yang telah diuraikan sebagian pada bentuk di atas.
4.2 Makna Idiom dalam Tuturan Bahasa Sasak Dialek [a-e]
di Desa Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur
Untuk menjawab masalah 2, maka yang
akan dibahas pada bagian ini yaitu makna idiom dalam tuturan. Terlebih dahulu
contoh tuturan dalam bahasa Sasak disajikan, kemudian diuraikan makna idiom
yang terdapat di dalamnya.
1.
Abang-abangan “marah/tersinggung”
Loq adi
abang-abangan ye te paran maling
“si
adi marah/tersinggung dia di tuduh maling”
Bentuk
ini bermakna tersinggung/marah karena suatu perkataan seseorang yang tidak
sesuai dengan kenyataan.
2.
Polongan “anak/keturunan”
Sei
ngepe polongan siq tele laloq ini
“siapa punya
anak yang nakal sekali ini”
Idiom polongan bermakna anak/keturunan dari seseorang dalam sebuah
keluarga.
3.
Pasaran “harga biasanya”
Pire
pasaran laptop second neke?
“berapa harga
biasanya laptop second sekarang?”
Bentuk ini bermakna harga biasa atau
harga standar dari suatu barang dalam penjualan .
4.
Tindoq bateq “tidur yang sulit dibangunkan”.
Penindoq ne loq toni
tindoq bateq, ngumbe-ngumbe siq te ngurasang ye ndeq ne iniq
“tidurnya si toni tidur yang sulit dibangunkan,
bagaimanapun kita membangunkan dia, tidak bisa”.
Bentuk ini bermakna tidur yang sangat sulit dibangunkan karena kelelahan
atau mungkin juga karena kebiasaan tidur seperti itu.
5.
Telinge kete “apatis/tidak mau mendengarkan orang lain”.
Lelah te badaq
ye kanak telinge kete ini
“lelah kita kasih tahu dia anak yang apatis ini”
Bentuk ini bermaknaa apatis, tidak mau mendengarkan orang lain, hanya
mengikuti kehendaknya saja dalam bertindak, sehingga terkesan egois.
6.
Wah jaoq “sudah meninggal”
Badaq loq adi suruq ye
uleq, amaq ne wah jaoq bilinang
“beri tahu si
adi suruh dia pulang, bapaknya sudah meninggal”.
Bentuk ini bermakna meninggal dunia atau keadaan seseorang yang telah
jauh meninggalkan kehidupan dunia.
7.
Otak udang ‘bodoh’
Sekat tame pelajaran leq
kanak otak udang ini
‘sulitnya masuk pelajaran pada anak bodoh ini’
Bentuk ini bermakna bodoh dalam suatu hal/pelajaran atau hal-hal umum
yang biasa orang ketahui akan tetapi dia tidak bisa.
8.
Beleq otak ‘bangga’
Beleq otak ne loq hedi te
paran gagah
‘bangganya si hedi dikatakan gagah’
Bentuk ini bermakna bangga dalam hal suatu pujian dari seseorang dalam bentuk
ucapan akan tingkah lakunya yang bisa dipuji.
9.
Anak iyoq ‘anak terlantar’
Wah laeq ne loq eza lek
gubuq ine jeri anak iyoq
‘Sudah dari dulu si eza di kampung ini menjadi anak terlantar’
Bentuk ini bermakna anak terlantar karena seseorang
yang tidak tinggal bersama kedua orang tuanya.
10.
Lemes elaq ‘mudah berbicara/mudah mengatakan’
Lemes elaq ne loq ade ino
nyuruq loq hendri beliang ye kopi
‘mudah dia berbicara si ade itu menyuruh hendri membelikan dia kopi’
Bentuk ini bermakna mudah berbicara, karena seseorang yang dengan
mudahnya mengatakan sesuatu tanpa menghiraukan perasaan orang lain.
11.
Ndeq araq tolang ime ‘tidak punya tenaga’
Ndeq araq
tolang ime ne le ayu, ngangkat bate araq 5 ndeq ne beu
‘tidak ada tenaganya si ayu, mengangkat bata hanya 5 saja dia tidak bisa’
Bentuk ini bermakna tidak bertenaga, menyatakan seseorang yang tidak
bergairah dalam bekerja, sehingga dikatakan ndeq
araq tolang ime ‘tangannnya seperti tidak mempunyai tulang’.
12.
Anget-anget tain manuk ‘semangat yang
hanya sebentar saja’
Mbe kanak-kanak siq mele
demo ino, anget-anget tain manuk jamaq ye pade
‘mana anak-anak yang mau demo itu, semangat mereka hanya sebentar saja’
Bentuk ini bermakna semangat yang hanya sebentar saja, yaitu untuk
menyatakan sikap seseorang yang awalnya bersemangat, akan tetapi ketika suatu
hal sudah berjalan semangat mereka mulai pudar.
13.
Alus-alus tain jaran ‘baik kelihatannya saja
tetapi sebenarnya buruk’
Onyaq-onyaq leq atas kapal
lueq dengan siq alus-alus tain jaran
‘hati-hati di atas kapal banyak orang yang
kelihatannya saja baik tetapi sebenarnya busuk’
Bentuk ini bermakna sesuatu yang baik kelihatannya saja tetapi sebenarnya
dalamnya buruk, yaitu sesuatu yang tampak baik dari luarnya saja, akan tetapi
sebenarnya buruk, sehingga diumpamakan seperti tahi kuda yang ketika idiom
keluar mash dalam bentuk bongkahan yang halus, padahal itu adalah sesuatu yang
buruk dan bau.
14.
Bantel tolang ndeq araq isi ‘pekerjaan
yang melelahkan saja tetapi tidak ada hasilnya’
Bagus-bagus siq gaweang
dengan proyek ini, ndaq ne sampe bantel ndeq araq isi
‘bagus-bagus lah kerjakan proyek ini, jangan sampai kita melakukan
pekerjaan yang melelahkan saja tetapi tidak ada hasilnya’
Bentuk ini bermakna melakukan sesuatu yang melelahkan
akan tetapi tanpa hasil, diumpamakan seperti orang yang membanting-banting
tulang untuk mendapatkan sum-sum isinya, akan tetapi tidak ada isinya.
15.
Ndeq maiq idap ‘sakit/kurang enak badan’
Amangku ndeq ne mauq milu
lalo, ye ndeq maiq idap ongkatne
‘ bapak saya tidak dapat ikut pergi, dia sakit/kurang enak badan katanya’
Bentuk ini bermakna sakit, yaitu kondisi seseorang yang kurang baik,
sehingga dikatakan tidak enak perasaannya.
16.
Beu besi beu asaq ‘saling
menguntungkan/saling membantu’
Mun te bebaturan ino harus
te meuq beu besi beu asaq
‘kalau kita berteman itu harus dapat saling
menguntungkan/saling membantu’
Bentuk ini bermakna saling menguntungkan, seperti halnya seorang yang
mengasah pisau, pisaunya tajam, asahnya juga semakin halus.
17.
Begantung leq bulu Seurat ‘mengharapkan
bantuan dari seseorang yang tidak akan didapatkan’
Ngendeng
tulung lek iye pade kenane begantung leq bulu Seurat
‘meminta tolong pada dia sama artinya mengharapkan bantuan dari seseorang
yang tidak akan didapatkan’
Bentuk ini bermakna mengharapkan bantuan yang tidak akan didapatkan,
yaitu seorang yang terlalu berharap pada orang lain padahal orang tersebut
tidak akan mau membantu, sehingga diumpamakan seperti bergantung pada Seurat
bulu, yang tak kan mungkin mampu dilakukan.
4.3 Fungsi Idiom dalam Bahasa Sasak Dialek [a-e] di Desa
Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Lombok Timur.
Idiom dalam
bahasa Sasak masyarakat
Lengkok-lendang Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur pada umumnya
berfungsi untuk menyindir,
selain itu berfungsi
untuk mengungkapkan rasa sedih,
mengungkapkan rasa gembira
atau mengungkapkan rasa
sayang, mengungkapkan rasa marah dan memuji.
1.
Abang-abangan “marah/tersinggung”
Bentuk ini berfungsi untuk mengungkapkan
ekspresi kemarahan seseorang kepada lawan bicaranya.
2.
Polongan “anak/keturunan”
Bentuk ini berfungsi untuk mengungkapkan
kekesalan atas seseorang, biasanya berfungsi pada anak-anak.
3.
Pasaran “harga biasanya”
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk
tawar-menawar atau transaksi dalam hal jual beli atau bisnis.
4.
Begigit “sekuat tenaga”
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk
mengungkapkan perasaan lelah karena usahanya tidak berhasil.
5.
Telinge kete “apatis/tidak
mau mendengarkan orang lain”.
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk
mengungkapkan rasa tidak senang/kekesalan kepada seseorang karena tingkah
lakunya yang kurang menyenangkan.
6.
Wah jaoq “sudah
meninggal”
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk
mengungkapkan perasaan sedih untuk memperhalus pengungkapan.
7.
Otak udang ‘bodoh’
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk
mengejek seseorang karena kemalasannya dalam hal belajar.
8.
Beleq otak ‘bangga’
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk
mengungkapkan ejekan atau mengolok-olok seseorang atas perkataan orang lain
terhadapnya.
9.
Anak iyoq ‘anak terlantar’
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk
mengungkapkan keprihatinan kepada seseorang akan nasib hidupnya yang tidak
beruntung.
10.
Lemes elaq ‘mudah
berbicara/mudah mengatakan’
Bentuk ini biasanya berfungsi untuk
mengejek seseorang karena sikap ketidak sopanan atau tidak menghormati orang
lain dalam berbicara.
11.
Ngeliq kubur
mesaq ‘melakukan
perbuatan yang merugikan diri sendiri’
Bentuk ini berfungsi untuk menyatakan
ejekan kepada seseorang yang melakukan pekerjaan yang tidak seharusnya dia
lakukan dan akan merugikan dirinya sendiri, sehingga diumpamakan seperti orang
yang yang menggali kuburnya sendiri.
12.
Ngaken geji bute
‘memakan
gaji buta/mengambil hasil yang tidak sesuai dengan kinerjanya’
Bentuk ini diguanakan untuk menyatakan
ejekan serta perasaan kesal bercampur marah karena pekerjaan seseorang yang
tidak sesuai dengan gaji besar yang sudah diterima, biasanya berfungsi untuk
mengejek pegawai-pegawai suatu instansi yang sering malas.
13.
Ndeq ne taoq
langit bedah ‘tidak
tahu apa-apa tentang suatu hal’
Bentuk ini berfungsi untuk mengejek
seseorang yang terlibat dalam suatu hal padahal dia tidak tahu apa-apa tentang
hal tersebut.
14.
Manuk lupaq
barane ‘orang
yang melupakan asal usul dimana dia berasal’
Bentuk ini berfungsi untuk menasihati,
bisa juga untuk mengejek seseorang yang melupakan masa lalunya dari mana dia
berasal, dan ketika sudah menjadi orang sukses dia menjadi lupa daratan atau
sombong. Dalam bahasa Indonesia bentuk ini sama dengan bentuk kacang lupa kulitnya.
15.
Beleq urat
belong ‘orang
keras dalam berbicara’
Bentuk ini berfungsi untuk menyatakan
ejekan kepada seseorang yang selalu keras ke dalam nada bicaranya sehingga
terkesan marah dan berapi-api dalam berbicara.
4.5
Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran
Bahasa
Salah satu tujuan pembelajaran bahasa yaitu untuk
meningkatkan keterampilan yang meliputi aspek berbicara, mendengarkan, membaca,
dan menulis. Salah satu implikasi dari penelitian tentang idiom bahasa Sasak
ini terhadap pembelajaran yaitu pada mata pelajaran Reramputan Bahasa Sasak
untuk kelas 4, 5, dan 6 dengan Standar Kompetensi yaitu memahami bentuk
Sesenggak dan Peribahasa dalam bahasa sasak, Kompetensi Dasar, menulis
Sesenggak dengan menggunakan pilihan kata yang tepat.
Adapun hubungan antara bentuk, makna dan fungsi
idiom dalam bahasa Sasak ini dengan pembelajaran bahasa Sasak di sekolah yaitu
siswa dapat memahami bentuk-bentuk, makna, serta fungsi idiom dalam bahasa
Sasak dan dapat diaplikasikan dalam pembelajaran, baik itu dalam aspek menulis seperti dalam
menulis pantun atau sesenggak dalam bahasa Sasak, dalam aspek berbicara yaitu
menggunakan pilihan kata yang tepat dalam menceritakan pengalaman, dalam aspek
membaca yaitu siswa dapat memahami karya sastra dalam bahasa Sasak yang banyak
menggunakan bentuk-bentuk idiom sebagai pilihan kata dalam gaya bercerita
pengarangnya. Di samping itu juga sebagai bentuk pewarisan kebudayaan kepada
generasi muda khususnya siswa-siswa sekolah dasar supaya lebih memahami
bentuk-bentuk idiom bahasa Sasak sebagai salah satu keragaman budaya yang kita
miliki.
E. Simpulan dan
Saran
5.1
Simpulan
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, ditemukan 89 bentuk idiom yang terbagi dalam
tiga bentuk konstruksi yaitu 6 idiom dalam bentuk kata, baik itu konstruksi
kata yang mendapat perulangan serta imbuhan dan konstruksi kata dengan imbuhan
saja, selanjutnya 63 idiom dalam bentuk frasa, dan 20 idiom dalam bentuk
kalimat. Selain dikelompokkan berdasarkan konstruksi pembentuknya data –data
idiom tersebut juga dikelompokkan berdasarkan keeratan unsur-unsurnya dalam
membentuk makna idiom, yaitu 64 bentuk idiom penuh dan 25 bentuk idiom
sebagian.
Bentuk-bentuk
idiom yang paling banyak digunakan yaitu idiom penuh dengan makna yang lebih
tersembunyi atau hilang dari makna pembentuknya sehingga dalam penggunaannya
pembicara lebih mudah untuk menyampaikan maksud tertentu secara tidak langsung
agar pendengar tidak merasa tersinggung atau untuk memperhalus makna dalam
menyampaikan sesuatu. Adapun fungsi dari idiom dalam bahasa Sasak yang paling
sering digunakan yaitu fungsi untuk mengejek, mengungkapkan rasa kecewa,
mengungkapkan rasa kesal, mengungkapkan rasa bahagia, serta untuk memuji.
Selain itu penelitian tentang idiom ini mempunyai implikasi dalam pemebelajaran
Reramputan Pelajaran Bahasa Sasak di kelas 4, 5, 6 agar siswa memahami
bentuk-bentuk idiom bahasa sasak sebagai salah satu bentuk pelestarian
kebudayaan daerah kita.
5.2
Saran
Penelitian
tentang bahasa sasak menarik untuk lebih diperbanyak lagi dengan berbagai aspek
yang lainnya, adapun penelitian tentang idiom ini yang pertama kali dilakukan
sehingga dengan penelitian yang selanjutnya lebih banyak lagi bentuk idiom yang
ditemukan dan bisa digunakan sebagai data untuk penyusunan kamus idiom bahasa
Sasak supaya generasi muda yang belum memahami tentang bentuk idiom bahasa
Sasak dapat menemukan maknanya di dala kamus idiom bahasa Sasak. Selain itu
penelitian tentang bahasa Sasak pada aspek-aspek yang lainnya juga perlu
dilakukan sebagai bentuk pelestarian bahasa daerah yang merupakan keragaman
budaya kita.
F.
Daftar Pustaka
Al-
Wasilah, Chaedar. 1993. Linguistik Suatu
Pengantar .Bandung : Angkasa.
Alawi, M. Fahrudin. 2012. ‘Morfem Unik
Bahasa Sasak Dialek [e-e] Di Desa Leming Kecamatan Terara Kabupaten Lombok
Timur’. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.
Badudu,
J.S. 1994. Kamus Ungkapan Bahasa
Indonesia . Bandung : Pustaka Prima.
Chaer,
Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia .Jakarta : Rineka Cipta.
Djajasudarma,
Fatimah. 1999. Semantik 1 : Pengantar Ke
Arah Ilmu Makna. Bandung: Refika.
Keraf,
Gorys .2002. Diksi dan Gaya Bahasa .Jakarta
: PT. Gramedia Pustaka.
Khak, Muh. Abdul . 2006. Idiom dalam
Bahasa Indonesia : Struktur Dan Makna . Jurnal Bahasa dan Sastra Balai Bahasa
Bandung.
Kridalaksana,
Harimurti .2005. Kamus Linguistik .Jakarta
: Gramedia.
Luthfiana, Desi .2011. ‘Satuan Morfemis
{-k}, {-m}, {-t}, dan {-n} Sebagai Pronomina Persona Dalam Bahasa Sasak Dialek
[a-e] Di Kota Praya Kabupaten Lombok Tengah’. Skripsi Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
_______. 2006. Kajian
Dialektologi Diakronis Bahasa Sasak di Pulau Lombok. Yogyakarta: Gama
Media.
Soedjito. 1990. Kosa Kata Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia.
Sumanti, Pepi .2012. ‘Idiom Bahasa
Mandailing Di Kenagarian Simpang Tonang Kecamatan Dua Koto Kabupaten Pasaman’.
Skripsi Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Padang.