Selepas shalat Ashar di Masjid samping RS. Sardjito UGM, di
halaman masjid terlihat seorang bapak tua bertopi hampir menutupi sebagian
mukanya, duduk dengan beberapa tumpuk keset di depannya. Salah seorang Jamaah
yang baru selesai shalat menghampirinya, menanyakan harga keset tersebut.
Jamaah itu rupanya jadi membeli sebuah keset dari bapak Tua tadi. Ketika akan
membayar, jamaah tadi mengeluarkan lembaran 50 ribuan dari dompetnya.
" Ini bayarnya pak". Ucap jamaah tadi sambil
menyodorkan ke tangan bapak tua tersebut.
" Kembali pak ya?". Jawab bapak tua itu seolah
ragu untuk mengambil uang tersebut dan membuat saya kebingungan kenapa dia
bertanya seperti itu kepada pembeli. Lantas dijawab oleh jamaah tadi dengan
mengiyakan saja.
"Tadi Lima Puluhan itu pak, oh ya ada plastiknya tidak
pak untuk bungkusnya?". Jamaah (pembeli) tersebut meminta plastik, namun
sepertinya tidak didengar oleh bapak tua tadi. Dia sibuk meraba kantong bajunya
untuk mengambil kembalian untuk pembeli. Tak sengaja dari kantong baju sebelah
kiri dia mengeluarkan lembaran 100 ribuan.
" Itu 100 ribuan pak". jamaah tadi mengingatkan,
barulah saya sadar ternyata bapak tua penjual keset tersebut tidak bisa
melihat. Uang tersebut kembali dimasukkan ke dalam kantong sebelah kiri
bajunya, lalu kembali meraba kantong baju sebelah kanan. Ketika bapak tua tadi
mengeluarkan lembaran dari kantong bajunya, sang pembeli yang menyebutkan
nominal uang yang diraba tersebut. Dan itu berulang hampir sampai 5 kali,
barulah sang pembeli mendapatkan uang yang pas untuk kembaliannya. Harga 1
keset yang dijual 10 ribu saja.
Sungguh perjuangan yang luar biasa bagi bapak Tua dengan
langkah meraba-raba, namun masih sanggup berjuang mencari nafkah dengan
berjualan keset. Dia sama sekali tidak khawatir akan salah memberi uang
kembalian kepada pembeli, karena sangat percaya bahwa rizki Tuhan terhampar
luas bagi yang berusaha. Rizki itu pun dicari melalui berjualan keset oleh
bapak Tua tersebut, karena dia yakin itu yang mampu dia lakukan. Istiqomahnya
walaupun tidak terlalu banyak untung menjadikan saya seolah merasa kecil,
lemah, tidak ada artinya dibanding bapak tadi. Begitu keras perjuangan seorang
laki-laki untuk keluarganya, meski dalam keadaan seperti itu, tanggung jawab
yang dia emban memintanya untuk terjun ke jalanan dengan Setumpuk keset yang
dia jinjing.
Setelah meletakkan dagangannya di tangga masjid, dia pun
meraba-raba kembali tembok masjid menuju tempat Wudhu. Sepertinya dia sudah
mengenal area masjid tersebut, Beruntungnya juga salah seorang jamaah yang baru
selesai wudhu menuntunnya ke tempat wudhu dan membukakannya kran air. Sungguh
pelajaran yang luar biasa sore ini.
Sekembali dari Masjid, di tengah perjalanan menuju Kos salah
seorang teman, kami menemukan sepeda tergeletak dengan beberapa bungkusan
plastik putih. Sementara kami berhenti memperhatikan sepeda tergeletak
tersebut, Ada bapak-bapak menghampiri sambil berucap " Kalau mau ambil dek",
kami masih terdiam. Bapak tersebut membangunkan sepedanya yang tergeletak,
sementara kami membantu mengangkat bungkusan besar tersebut ke atas sepeda,
isinya ternyata Rambutan. Ada satu bungkusan yang sobek dan banyak terjatuh
isinya, salah seorang teman mengangkatnya ke keranjang sepeda sementara isinya
yang tergeletak diminta kami untuk mengambilnya saja. Bapak tadi menawarkan
lagi agar kami mengambil Rambutan dari plastik yang telah diangkat sebagai
tambahan. Namun kami mengatakan sudah cukup, karena memang rambutan yang
tergeletak di jalan tadi sudah cukup banyak, jika diperkirakan hampir mencapai
2 kiloan.
Niat saya untuk dapat mencicipi Rambutan akhirnya tercapai
juga, karena setiap berangkat ke kampus biasanya hanya bisa melihat Rambutan
yang memerah menggoda tersebut di halaman rumah warga. Bahkan ketika selesai
makan siang tadi kami melintasi rumah warga yang buah rambutannya cukup lebat
dan dahannya sudah lewat dari halamannya, menjulur ke jalanan. Kalau di
kampung, jika ada Pepohonan yang dahannya menjulur ke luar jalan melewati
halaman Rumah pemiliknya, berarti buah di dahan yang menjulur ke Jalanan
tersebut bisa diambil oleh umum, dan pemiliknya tidak boleh memarahi orang yang
mengambil (seharusnya).
Selalu ada pelajaran berharga di tiap kesempatan, bukankah
orang yang berpikir itu selalu bisa melihat sesuatu dari sisi kebaikan, dan
itulah sebaik-baik prasangka yang akan mendatangkan kebaikan pula, baik yang
akan didapatkan secara langsung atau ditangguhkan dan akan kita dapatkan tanpa
disangka-sangka. Marilah tetap menebar kebaikan sekecil apapun itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar