Saat
masih MTs. , malam Jumat biasanya mengaji di rumah, karena Mushalla dipakai
oleh jamaah Muslimah untuk pembacaan Hizib (Hiziban). Dari kebiasaan yang sudah
lazim di kampung, mengaji malam jumat diawali dengan membaca surat Ya siin,
begitu juga saya yang sering improvisasi bunyi bacaan sebaik mungkin kala itu.
Selesai surat Ya siin kadang saya lanjutkan dengan menghapal ayat-ayat pendek
atau terkadang dicukupkan dan mulai membaca buku yang lain. Namun berbeda
dengan kakak perempuan saya yang selesai membaca Ya siin dilanjutkan dengan
membaca surat yang bunyi akhir tiap ayatnya seperti berirama sama. Saya hanya
menyimak dan mencoba memahami maknanya sebatas Ilmu nahwu dan Bahasa Arab yang
sudah saya dapatkan sejak MI.
Lalu
kakak saya menjelaskan, dia membaca surat Al Kahfi setiap malam Jumat, bahwa
nilai bacaan untuk satu surat tersebut Pahalanya sampai Jumat yang akan datang,
itu berdasarkan Ilmu yang telah dia dapatkan dari Pengajian-pengajian Halaqah
di Pondok Pesantren. Semenjak itu saya mulai tertarik membaca surat Al Kahfi
setelah Ya Siin, tentu saja karena tertarik dengan besar balasan yang kita
dapatkan walaupun itu hal abstrak yang kita tidak tahu sampai atau tidaknya bacaan
kita. Memang, melakukan suatu kebaikan
hanya karena mengharap balasan, belakangan saya tahu bisa juga dicap bukan
sebuah keikhlasan. Namun kala itu saya tertarik untuk terus menjadikan
rutinitas membaca surat Al Kahfi pada malam Jumat, saya akui sebagai ibadah untuk mengharap
balasan pahala sampai satu minggu ke depan.
Jika
kita berpikir kalkulasi nilai pahala, itu akan sangat membingungkan bagaimana
menghitung untuk nilai bacaan sampai satu minggu ke depan. Saya pun tidak
mencoba mencari jawaban bagaimana menghitung pahala satu minggu ke depan
tersebut, namun tetap menjalani rutinitas untuk membaca surat tersebut tetap
setiap malam jumat. Begitu juga sampai memasuki bangku kuliah, di tengah
kesibukan saya sebagai mahasiswa yang tinggal di kampus dan kadang mengikuti
kajian malam Jumat di beberapa Masjid, tak jarang membuat saya tidak dapat
membaca surat Al Kahfi pada malamnya usai Maghrib, sebagai gantinya saya
membacanya sesusai shubuh bahkan menyempatkan pada pada waktu dhuha atau
sebelum khutbah di mulai ketika mengikuti shalat Jumat.
Ternyata
Al Marhum bapak juga menjadikan amalan bacaan surat Al Kahfi sebagai wirid
setiap malam Jumat, saya tahu itu ketika malam Jumat pada Ramadhan beberapa
tahun lalu beliau terdengar melantunkan bacaannya sehabis tarawih. Setelah
beberapa tahun mengintensifkan mengaji surat Al Kahfi setiap malam Jumat,
ketika tidak sempat atau bahkan lupa mengaji seakan ada yang kurang dan terasa
sekali perbedaannya antara Jumat ketika membaca surat Al Kahfi pada malamnya
dengan malam Jumat yang saya tidak sempat membaca. Seperti ada energi positif
yang menarik ingatan saya untuk menyempatkan diri membaca surat Al Kahfi
tersebut sekalipun ketika sibuk atau sedang berkumpul bersama teman-teman waktu
di kampus.
Perlahan
demi perlahan setelah mengintensifkan bacaan,
saya pun mencoba menelaah isi Surat Al Kahfi tersebut. Mulai dari ebook
terjemahan tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Jalalain, saya mendapatkan makna yang
sangat besar berisi kisah luar biasa yang terjadi pada hamba-hamba pilihan
sebagai sebuah Ibroh bagi umat masa kini. Mulai dari keteguhan Para Pemuda
mempertahankan Iman, dan bersembunyi di gua sampai ketika terbangun tidak ada
yang tahu berapa lama mereka di sana. akan tetapi mereka merasa hanya seperti
sehari semalam saja. lalu kisah Nabi Musa yang berguru pada hamba Allah yang
diberikan kelebihan Ilmu ( Nabi Khidir),
dan disebutkan tentang arus air yang bertemu di satu titik, tiba-tiba ikan di dalam tempayan sebagai
bekal meloncat ke air dan langsung hidup, maka di sanalah letak tempat yang
dicari-cari, walaupun nabi Musa gagal untuk menimba Ilmu pada Hamba Allah
tersebut disebabkan ketidak sabarannya untuk tidak bertanya terlebih dahulu
sebelum hamba tersebut menjelaskan padanya.
Tempat
pertemuan titik air itu pun diadopsi ke dalam sebuah film produksi hollywood
yaitu "The Pirates of Carribean : Stranger tides", bagaimana mereka
mencari titik pertemuan air tersebut yang dikatakan sebagai air untuk
kekekalan. walau bagaimanapun adopsi ide ceritanya hampir sama namun tak sehebat
apa yang diceritakan dalam Al Qur'an dan dibahas pada kitab tafsir tersebut.
Kisah luar biasa selanjutnya yang dikabarkan dalam surat Al Kahfi tentang
seorang yang pernah menguasai dunia dari Masyriq sampai Maghrib, yaitu Dzul
Karnain. Dalam beberapa ayat terakhir surat Al Kahfi juga menjelaskan bagaimana
Dzul Karnain yang diminta membangun tembok untuk menghalau Ya'juj dan Ma'juj
yang dikatakan sebagai bala tentara dajjal. Kisah Luar biasa Iskandar
Dzulkarnain ini pun diadopsi oleh pihak barat dengan menciptakan tokoh sendiri
yang dianamakan Alexander the great. Walau bagaimanapun itu hanyalah fiksi
mereka yang kebenaran sejatinya dicontek dari ayat Al Qur'an yang mulia di
Surat Al Kahfi tersebut.
Karena
itu walau bagaimanapun seringnya kita membaca surat Al Kahfi setiap Jumat pasti
tetap tersentuh dengan uraian ayat-ayat mulia itu yang akan terus diwariskan
kisahnya turun temurun pada generasi kita sampai hari akhir. Sekian lama
menelaah kandungan isi Surat Alkahfi tersebut dan sampai saat ini pun belum juga
tuntas, sudah terlupakan paradigma mengaji Surat Al kahfi hanya untuk
mendapatkan pahala sampai jumat berikutnya, dan saya mulai mencoba membangun
sebuah pribadi ikhlas yang beribadah bukan semata-mata untuk balasan pahala, tetapi benar-benar ikhlas sebagai hamba yang
menghiba dan berserah diri.
Secara
tak sengaja membaca uraian hikmah yang ditulis salah seorang teman di facebook
tentang apa yang didengar dari Emha Ainun Najib bagaimana ikhlas beribadah,
beramal yang sebenarnya. Cak Nun mengurai bahwa ketika ibadah jangan sampai
hati berharap lebih dari ibadah yang kita lakukan, karena itu bukan lagi
bernilai ibadah tetapi niat jualan untuk mendapat pahala atau balasan rizki
yang lebih besar, dan secara tidak langsung memojokkan hati kita dengan sistem
bisnis modal kecil, laba besar. padahal jelas, secara nyata Tuhan
menginstruksikan dalam firmannya pada surat Al bayyinah " dan tidaklah
sekali-kali mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah kepada Allah dengan
keihklasan untuk memurnikan agama yang lurus (5) ".
Keikhklasan
itu memang bisa menjadi hal tersulit yang harus kita usahakan, namun buah
manisnya akan sangat terasa jika sudah terbiasa melekatkannya dalam diri kita.
Begitu juga halnya dengan rutinitas Membaca surat Al Kahfi pada malam jumat,
dari awal saya meng-iming-imingi diri dengan pahala besar sampai jumat
berikutnya, namun seiring kedewasaan berpikir pahala itu bisa menjadi hal
sekian dalam prioritas, bahkan dianggap sebagai bonus dari Tuhan jika
keikhlasan beribadah itu dapat kita usahakan.
Saya
rasa demikian pula halnya dengan ibadah Muaakkad lainnya, ketika kita sudah
terbiasa dan menjadikannya sebagi sebuah rutinitas, maka pada saat tidak dapat
melaksanakannya dalam sekali saja, terasa ada yang janggal dalam diri kita.
Dari hal inilah kita berbaik sangka pada Tuhan bahwa harapan balasan bukan pula
sebagai prioritas mutlak yang harus diijabah, namun keikhlasan dan ketguhan
hati kita lah yang menjadikan prasangka bahwa Tuhan tidak akan pernah
memungkiri janji-Nya pada Hamba yang telah berusaha dan Ikhlas menjadikan
ibadah bukan hanya tunai kewajiban dan mengharap balasan. Tetapi benar-benar
ikhlas hanya Untuk-Nya.